Yearly Archives: 2011

Travel

[Adv] Tips pake softlens untuk traveler

Saya pake kaca mata minus sejak SD. Taunya gara-gara setiap lihat ke papan tulis, tulisannya jadi dobel. Dulu saya malu pake kaca mata, jadinya dicopot melulu, sehingga minusnya naik dengan drastis. Baru SMP saya selalu pake kaca mata kecuali tidur dan mandi. Itu pun saya masih merasa terganggu karena nggak enak pas maen basket, kemping, naik gunung, naik motor, dan lain-lain. Belum lagi kaca mata sering pecah atau gagangnya patah karena jatuh atau kedudukan.

Sejak saya jadi “mbak-mbak kantoran”, acara jalan-jalan makin menggebu. Tambahlah saya merasa sengsara pake kaca mata minus 5,50 itu, makanya saya ganti pake softlens. Sebagai traveler, pake softlens sangat membantu. Bisa gaya pake kaca mata item model apapun, bisa ikut aktifitas outdoor tanpa risih kaca mata melorot karena keringetan, bisa mandi dengan jelas (penting nih), bangun tidur nggak usah ribet cari kaca mata, dan lain-lain.

continue reading

Thoughts

Follow your passion*

Setelah jadi “mbak-mbak kantoran” selama bertahun-tahun, saya punya cita-cita untuk jadi freelancer sehingga tidak usah bergantung dengan satu institusi tertentu, tidak punya bos, tidak punya kolega, tidak harus ngantor, tidak harus bangun pagi. Tapi kerjaan macam apa yang bisa survive hidup di ibu kota? Seluruh keluarga besar saya nggak ada yang jadi freelancer, dari kecil kami ditanamkan untuk bekerja kantoran…

continue reading

Travel

Anak kuliah juga bisa jalan-jalan!

saya, anak kuliah yg jalan2 ke Amsterdam

Pembaca dan follower twitter saya yang anak kuliahan banyak yang bilang “nggak bisa jalan-jalan”. Alasan terbesarnya adalah karena mengaku nggak ada duit. Padahal saya yakin sebagian dari mereka punya smart phone dan komputer jenis terbaru, yang lebih keren daripada punya saya sekarang. Nggak dapet izin dari orang tua untuk jalan-jalan? Ya, kamu sih mau jalan-jalan tapi duitnya minta ortu. Coba deh kalo duitnya nggak minta ortu, 90% pasti mereka kasih izin. Lah, 10% nggak ngasih izin kenapa? Silakan introspeksi diri, mungkin kamu nilainya jeblok atau kelakuannya tidak baik di mata ortumu.

Percaya nggak, dulu waktu kuliah di Universitas Diponegoro Semarang, saya bisa backpacking ke Eropa hasil keringat sendiri! Well, dulu memang dolar tidak semahal sekarang. Tapi dulu juga nggak ada hape, internet, apalagi budget airlines. Jadi, kalau saya bisa, kenapa kamu nggak bisa?

continue reading

Anthology Posts

Menunggu kereta di Lucknow

By Seli Satriana*

Stasiun Kereta Lucknow

Pada suatu musim dingin dibagian utara India, saya melakukan perjalanan selama 25 hari dengan menggunakan moda transportasi kereta api.

Hari itu, saya mau berpindah kota dari Lucknow menuju Varanasi dengan naik kereta yang berangkat jam 11.00. Saya dan teman-teman sudah datang ke stasiun jam 10.30 pagi. Cuaca Lucknow hari ini mendung dan suhu udaranya dingin banget, sekitar 10 derajat Celcius. Daripada bengong di peron, kami akhirnya memutuskan menunggu di sebuah food court kecil di dalam stasiun sambil makan siang dan minum chai (teh ala India). Lumayan sambil menghangatkan badan.

Tunggu punya tunggu, belum ada tanda-tanda keretanya muncul. Katanya kereta terlambat, rencananya akan datang jam 14.00. Kami pun balik lagi ke food court. Eh jam 14.00 lebih belum juga keretanya nongol! Sampai sudah bosan menunggu, kami bertanya-tanya ke penumpang di sekitar. Katanya keretanya telat lagi, baru sekitar jam 17.30 nanti dijadwalkan akan datang. Pasrah, kami memutuskan menunggu di platform daripada naik lagi ke ruang tunggu di lantai atas dengan backpack masing-masing. Di ruangan terbuka begini, dinginnya terasa minta ampun! Bolak-balik kami membeli chai di warung-warung kelontong yang tersedia di peron.

continue reading

Anthology Posts

Kena Sweeping di Thailand

By Ariyanto*

Jalan utama Mae Sai

Green Bus membawa saya keluar dari Chiang Mai Arcade Bus Station dengan tujuan ke Chiang Rai. Bus yang bagus, nyaman dengan kaca rendah, sehingga pemandangan di luar terekam sempurna. Menghajar wilayah utara Thailand yang berbatasan dengan Myanmar adalah misi saya. Bus cakep ini akan membawa saya ke Mae Sai, wilayah akhir sebelum mengakses kota kecil miskin dan kumuh yang berada di ujung selatan Myanmar, yaitu Tachileik. Bus pun melaju di jalan bebas hambatan yang bagus, halus dengan pemandangan kanan kiri hutan atau perbukitan, serta permukiman penduduk. Saya sengaja berangkat agak pagi, biar bisa puas melakukan tur sehari di Myanmar.

Semua serba lancar sampai kemudian dinginnya AC bus memaksa saya ke toilet di bus. Untung toiletnya bagus dan tidak bau. Bus belum masuk ke Mae Sai, saat saya memulai ritual buang air kecil. Pintu toilet pun saya tutup. Belum juga tetes terakhir, gedoran berulang di pintu membuat saya kaget. Dengan belum membetulkan ulang celana secara sempurna, saya bergegas membuka pintu. Dalam benak saya, mungkin pagi ini ada yang makan cabe terlalu banyak sehingga seperti kalap ingin menggunakan toilet. Perkiraan saya keliru. Di depan saya berdiri laki-laki berseragam hijau, dengan senjata entah jenis apa di tangan kanannya, dan topi ala tentara Jepang namun tanpa penutup telinga. Ekspresi wajahnya datar saja. Dia adalah tentara!

continue reading