Yearly Archives: 2011

Anthology Posts

Titip-menitip vs oleh-oleh

by Ms. Complaint

Kalau lagi traveling yang menjadi beban bukannya baju winter atau koper, tapi titipan dan oleh-oleh. Para sahabat sudah maklum kalau saya adalah light traveler, jadi kalau ingin menitip harus tahu ukuran dan berat. Secara, kalau bepergian saya hanya membawa satu koper kabin yang berisi laptop, gadget dan barang ogah hilang lainnya seperti alat makeup, beberapa pakaian cadangan dan celana dalam kertas sekali pakai buang, plus satu checked-in koper berukuran medium yang cukup buat beberapa baju, sepatu, peralatan mandi, dengan ruang kecil tersisa buat oleh-oleh teman yang akan dikunjungi. Jarang koper saya beranak, kalau terpaksa barulah saya keluarkan tas lipatan Longchamp andalan, praktis, tipis dan manis buat tentengan darurat. Sudah kapok overweight, titipan tidak seberapa dibandingkan harga kelebihan bagasi. Kelebihan bagasi di luar negeri bisa sampai US$125 per koper dan domestik Rp.100.000 per kilogram.

Saya pernah dititipin gitar, sepeda dan bola bowling, kontan saya protes, katanya sih bercanda, tapi saya yakin mereka serius. Titipan baju, kebaya dan batik sudah sering, tiga pasang sepatu pernah, tas pesta dan coklat apalagi, sampai makanan basah juga kering bolak balik menjadi titipan langganan. Malah pernah, saya dititipkan sekoper penuh barang titipan, untungnya biaya dan jemputan ditanggung beres. Paling deg-degan waktu membawa cincin kawin berlian 2 karat titipan teman dari Belgia, karena takut hilang saya pakai saja cincin ber-style Tiffanny itu, sekalian gaya.

continue reading

Anthology Posts

Jadi monster pas berhaji

by Nurul Rahmawati*

Nurul (paling kiri) di bus bersama teman2 sekamar

Nggak banyak orang Indonesia yang berangkat haji di usia muda. Padahal, haji adalah totally Ibadah Fisik banget! Bayangin aja, selama Haji, kita kudu ngelakoni Thowaf (muterin bangunan Ka’bah selama 7 putaran), plus sa’i (jalan cepat antara bukit Shofa dan Marwah) juga selama 7 kali.

Bangunan Masjidil Haram yang luas banget itu, juga kudu ditempuh dengan berjalan kaki. Kebayang kalo yang harus ngejabanin itu semua adalah nenek-nenek berusia 70-an tahun, lumayan bikin encok rematik jadi kumat bukan? Syukurlah, saya diberi kesempatan oleh Tuhan untuk berhaji di usia yang masih lumayan “pagi”: 29 tahun. Walaupun bobot bodi saya lumayan bikin ngos-ngosan—berat saya 69 kg dengan tinggi badan 155 cm, tapi, saya kan masih muda banget jadi saya optimis dan super-pede dengan perjalanan Haji pertama saya ini.

Ternyata, di Mekkah, saya kudu nginep di maktab (penginapan) di kawasan Syisya yang berjarak sekitar 6 kilo dari Masjidil Haram. Untungnya, gara-gara lokasi yang cukup jauh, saya dapat cash back dari pemerintah RI senilai 700 reyal. Selain itu, untuk menjangkau Masjidil Haram cukup naik bus Saptco 2 kali, dengan rute: Syisya-Terminal Mahbaz Jin, lalu ganti bus lagi, dengan jurusan Terminal Mahbaz Jin-Masjidil Haram. Busnya gratis pula. Jadi, pemerintah Indonesia menyiapkan sejumlah armada bus dengan rute yang disesuaikan berdasarkan lokasi maktab. Karena maktab saya bernomor 203, maka saya kudu naik bus nomor 2, jurusan Syisya. Nah, di Syisya itu bercokollah ribuan umat manusia yang juga pengin naik bus gratisan dengan destinasi yang sama: Masjidil Haram. Namanya aja bus gratisan, butuh perjuangan ekstra untuk bisa nangkring manis di dalam bus, baik dalam perjalanan dari maktab ke Masjidil Haram, maupun sebaliknya.

continue reading

Thoughts

My #Happy Job!*

Setelah kerja kantoran belasan tahun, saya mulai mikir… Kok kayaknya nggak ada perkembangan yang berarti ya? Kalau kerja di perusahaan yang sama, paling kenaikan gajinya cuma 10% per tahun. Kalau pindah kerja baru deh bisa naik lebih banyak tapi seumur (tua) begini pindah kerja tanggung. Promosi juga kok tak kunjung datang. Sebagai seorang yang sangat hobi jalan-jalan, motivasi terbesar saya…

continue reading