Yearly Archives: 2011

Travel

I love you, Ninja!

Mas Ninja

Banyak yang salah kaprah terhadap ninja. Dulu saya tahu ninja dari film berjudul Teenage Mutant Ninja Turtles atau dibahasa-Indonesiakan menjadi Kura-Kura Ninja, disingkat KKN. Ada juga yang bilang ninja semacam gaya berantem dari Jepang, tokoh superhero, bahkan disangka kelompok pembunuh bayaran. Sepertinya gambaran tentang ninja banyak terpengaruh film-film Hollywood dan komik yang kebenarannya nggak jelas. Ninja digambarkan bisa terbang seperti Superman, berjalan di atas air, menyelinap di barisan musuh lalu membunuh jenderal.

Manfaat traveling salah satunya adalah menambah wawasan. Karena saya pergi ke Iga-Ryu Ninja Museum di Kota Iga, Mie Prefecture, Jepang, saya baru tahu kalau ninja itu sebenarnya adalah mata-mata (spionase) yang di-hire oleh kaum bangsawan di Jepang sejak abad ke-4. Jadi mereka semacam James Bond gitu. Ninja mengumpulkan intelijen, menganalisis kekuatan militernya, memikirkan cara untuk mengalahkan musuh, tapi justru tidak melawan musuh secara langsung. Mereka menurunkan kemampuan musuh untuk melawan. Adapun senjata mereka digunakan hanya untuk bela diri. Seni perang itulah yang disebut dengan ninjutsu. Orang yang praktek ninjutsu disebut dengan ninja. Jadi, ninja dan pedang itu hanyalah gambaran di film dan komik.

continue reading

Anthology Posts

Nikmatnya Perjalanan Dinas

by TJ*

Plengkung bersama Maya dkk

Kadang-kadang kita merasa iri terhadap orang seperti Trinity yang kerjanya jalan-jalan melulu. Pertanyaan yang muncul di dalam pikiran kita biasanya “Kok bisa ya? Kok punya duit ya?”. Jawaban yang paling mendasar tentunya karena setiap orang punya rejeki masing-masing.

Kalau memang rejeki, kita bisa bekerja sebagai orang yang memang profesinya sering harus melakukan perjalanan bisnis, misalnya marketing, auditor, atau wartawan. Tapi kembali lagi pada rejeki masing-masing, walaupun kita ditugaskan pergi ke luar kota, bisa jadi tenggat penyelesaian pekerjaan sangat ketat sehingga kita tidak sempat kemana-mana. Ada juga tuan rumah yang mengawal ketat tamu-tamunya, pagi dijemput, selesai kerja harus ramah-tamah basa-basi sampai malam, lalu diantar pulang ke hotel… lah, kapan jalan-jalannya coba? Selain itu tentu terkait dengan kepribadian kita, karena ada saja orang kurang berani jalan sendiri, bahkan bertugas ke luar negeri tapi yang diketahuinya cuma hotel dan lokasi kerja, ditambah convinience store di samping hotel tempat membeli makanan instant.

continue reading

Travel

Gaul sama orang Aborigin

Tiwi ladies

Orang lokal, terutama suku terasing/pedalaman, selalu bikin saya tertarik. Setelah hidup lama di kota metropolitan, saya selalu pengen tau seperti apa kehidupan manusia yang masih kental memegang tradisi budaya sejak ribuan tahun lalu yang kadang tidak terpengaruh pada peradaban zaman. Salah satunya adalah orang Aborigin yang merupakan penduduk asli Australia (disebut Indigenous Australians). Meski jumlah mereka 2,7% dari 22 juta total populasi Australia, tapi kelihatannya mereka kurang berbaur dan kurang ngetop. Satu-satunya orang Aborigin yang saya tahu adalah Cathy Freeman, pemegang medali emas Olimpiade tahun 2000 untuk lari 400 meter.

Perkenalan saya dengan budaya Aborigin dimulai tahun 2000 saat ke Tjapukai Aboriginal Culture Park di Cairns, tapi sungguh tidak berkesan karena saya hanya menonton film dan lihat koleksi museumnya. Baru-baru ini saya ke Darwin naik Air Asia dari Bali dan menyempatkan diri ke Museum & Art Gallery Northern Territory. Ternyata Aborigin itu banyak banget sukunya. Ada 300-an jumlahnya dengan bahasa yang berbeda-beda. Saya juga baru tahu bahwa boomerang itu hanya dipakai oleh orang Aborigin yang tinggal di padang gurun. Dari situlah saya pengen mengunjungi salah satu suku Aborigin yang disebut Tiwi di Tiwi Islands Aboriginal Reserve. Sekalian biar nambah rekor pribadi ke tempat yang termasuk 1000 places to see before you die-nya buku Patricia Schultz. Uhuy!

continue reading

Travel

Buaya Darwin

Pemandangan kota dari Holiday Inn Darwin

Gara-gara Air Asia buka rute baru direct flight Denpasar-Darwin dan dapet harga promo Rp 1,3 juta + pp (ini ke Australia lho!), saya langsung cabut! Sebenarnya dulu saya sudah pernah ke Australia, tapi hanya ke daerah Timur (Melbourne sampai Cairns). Nggak kebayang saya akan ke Utara, tepatnya ke Darwin, secara tempat itu sepertinya nggak ngetop dan nggak ada apa-apanya. Tapi, saya kan demennya ke tempat yang nggak biasa. Malah saya sengaja nggak rajin riset sebelum berangkat supaya surprise akan apa yang akan terjadi.

Nama Darwin sendiri berasal dari ilmuwan teori evolusi Charles Darwin yang pernah ke sana tahun 1836. Darwin adalah ibukota propinsi Northern Territory yang terletak di di Laut Timor, jadi dari Bali cuman terbang 2,5 jam. Karena lokasinya paling dekat dengan Asia, maka penduduknya pun multi-kultural. Cuaca di sana pun mirip banget kayak di Indonesia, cuman ada musim hujan (September-April) dan musim panas (Mei-Oktober) dengan tingkat kelembaban yang tinggi alias gampang bikin kemringet.

continue reading

Travel

Browsing before traveling

Jalan-jalan lagi nge-hit banget saat ini. Orang semakin mudah untuk melakukan perjalanan mandiri alias tanpa ikut paket tur dari agen perjalanan. Tapi sepertinya jalan sendiri malah bikin senewen. Belum juga berangkat, udah pada panik. Padahal “resiko” perjalanan mandiri adalah mencari tahu segala informasinya sendiri, apalagi maunya yang murah. Meski buku travel udah banyak tersedia (contohnya buku-buku travel terbitan Bentang Pustaka) dan akses internet udah mudah didapat – tapi entah karena budaya orang Indonesia atau bukan – tetap kurang afdol kalau nggak tanya. Saya bisa bilang begini karena setiap hari saya menerima puluhan pertanyaan via email, Facebook, dan Twitter. Padahal semua pertanyaan itu bisa dijawab asal rajin browsing di internet. Nah, kalo udah bisa menghubungi saya via email atau social media, berarti mereka punya punya akses internet bukan? If I can, why can’t you?

Saya paling sebel dengan pertanyaan generik seperti, “Besok aq mau ke Bali niy, di sana enaknya ngapain ya?”. Atau “Di Singapur nginep yang murah di mana ya?”. Dan pertanyaan itu setiap hari pasti ada! Udah gitu, kalo nggak dijawab bisa-bisanya saya dimarahin. Duh, saya yakin kalau pun saya bikin buku travel guide macam Lonely Planet yang super lengkap, pastiii masih ada yang nanya. Saya setuju bahwa tidak ada pertanyaan yang buruk, tapi silly question deserves silly answer. Kalau saya tidak menemukan informasinya di internet (terutama ke daerah yang tidak ngetop), saya pun tanya-tanya forum, milis, teman, penginapan, dll, tapi itu setelah saya usaha mencari.

continue reading