By Reinhard Hutagaol*

Setelah pindah tugas meninggalkan Jambi beberapa bulan ini, saya jadi teringat cerita yang unik selama berdinas disana selama 7 tahun di sana, yaitu pada waktu berkunjung ke Kabupaten Kerinci. Ini adalah sebuah kabupaten yang paling jauh dari ibukota Jambi, letaknya di kaki Gunung Kerinci (gunung tertinggi di Sumatra) di sebelah Barat Jambi. Kalau menggunakan kendaraan paling cepat bisa ditempuh 10 jam melewati jalan yang buruk disekitar pegunungan. Pernah sih Pemda-nya mengupayakan angkutan pesawat dengan memberikan subsidi kepada penumpangnya, tapi lama-lama bangkrut juga.
Kerinci secara geografis lebih dekat ke Sumatra Barat sehingga sangat berpengaruh sekali segala adat istidatnya yang hampir sama dengan budaya Minang kecuali bahasanya. Sebenarnya dulu Kerinci adalah bagian dari Sumatra Barat. Pada awal pembentukan Propinsi Jambi pada tahun 1950-an, syarat 5 kabupaten untuk membuat satu propinsi masih kurang 1 Kabupaten, nah melalui negoisasi dengan propinsi Sumatra Barat dilepaslah kabupaten Kerinci untuk bergabung dengan Jambi.







Kalau lagi traveling yang menjadi beban bukannya baju winter atau koper, tapi titipan dan oleh-oleh. Para sahabat sudah maklum kalau saya adalah light traveler, jadi kalau ingin menitip harus tahu ukuran dan berat. Secara, kalau bepergian saya hanya membawa satu koper kabin yang berisi laptop, gadget dan barang ogah hilang lainnya seperti alat makeup, beberapa pakaian cadangan dan celana dalam kertas sekali pakai buang, plus satu checked-in koper berukuran medium yang cukup buat beberapa baju, sepatu, peralatan mandi, dengan ruang kecil tersisa buat oleh-oleh teman yang akan dikunjungi. Jarang koper saya beranak, kalau terpaksa barulah saya keluarkan tas lipatan Longchamp andalan, praktis, tipis dan manis buat tentengan darurat. Sudah kapok overweight, titipan tidak seberapa dibandingkan harga kelebihan bagasi. Kelebihan bagasi di luar negeri bisa sampai US$125 per koper dan domestik Rp.100.000 per kilogram.