by Sara Respati*

Di sela-sela kesibukan saya sebagai mahasiswa di kota kecil bernama Norrköping di Swedia (yang tahun ini punya winter maha dasyat, sempat minus 30°C!), saya sempatkan untuk mengikuti acara yang diadakan oleh AIV (Association of International Visitor). AIV adalah sebuah organisasi untuk para mahasiswa internasional agar bisa lebih mengenal Swedia. Saya dan teman membeli tiket untuk event Swedish Handricaft, harga tiketnya 30 SEK atau Rp 39.000. Event itu diselenggarakan di sebuah kota bernama Linköping, kira-kira satu jam dari tempat saya tinggal.
Dengan tiket harga segitu, termasuk gratis mengikuti pelatihan membuat kerajinan khas Swedia yang bisa dibawa pulang setelah jadi. Asik nih, dapat pengetahuan baru. Setelah memasuki ruangan dan berkumpul dengan para exchange student yang lain, saya terkejut melihat meja kerja utama. Lah, kok cuma ada kayu dan kawat doang? Ternyata yang disebut kerajinan khas Swedia adalah membuat love dari kayu dan kawat yang diplintir-plintir terus dikasih manik-manik! Yaelah, gitu doang! Saya dan teman langsung misuh-misuh dalam bahasa Indonesia, mumpung tidak ada yang ngerti. Kalau dibandingin pas jaman saya SD di Samarinda, saya sudah membuat baju dari manik-manik yang jadi baju adat Kalimantan Timur atau bikin kotak pensil yang jauh lebih rumit dari sekedar kawat-kawat yang gitu doang. Walaupun saya bukan seniman, tapi saya juga bukan orang yang ”gagap seni”. Terpaksalah kami menjalani acara memotong kayu dan memlintir kawat itu. Langsung dong saya kelar pertama kali! Orang Indonesia gitu loh!