naked-travel-540x540Travel

Travel

Buaya Darwin

Pemandangan kota dari Holiday Inn Darwin

Gara-gara Air Asia buka rute baru direct flight Denpasar-Darwin dan dapet harga promo Rp 1,3 juta + pp (ini ke Australia lho!), saya langsung cabut! Sebenarnya dulu saya sudah pernah ke Australia, tapi hanya ke daerah Timur (Melbourne sampai Cairns). Nggak kebayang saya akan ke Utara, tepatnya ke Darwin, secara tempat itu sepertinya nggak ngetop dan nggak ada apa-apanya. Tapi, saya kan demennya ke tempat yang nggak biasa. Malah saya sengaja nggak rajin riset sebelum berangkat supaya surprise akan apa yang akan terjadi.

Nama Darwin sendiri berasal dari ilmuwan teori evolusi Charles Darwin yang pernah ke sana tahun 1836. Darwin adalah ibukota propinsi Northern Territory yang terletak di di Laut Timor, jadi dari Bali cuman terbang 2,5 jam. Karena lokasinya paling dekat dengan Asia, maka penduduknya pun multi-kultural. Cuaca di sana pun mirip banget kayak di Indonesia, cuman ada musim hujan (September-April) dan musim panas (Mei-Oktober) dengan tingkat kelembaban yang tinggi alias gampang bikin kemringet.

continue reading

Travel

Browsing before traveling

Jalan-jalan lagi nge-hit banget saat ini. Orang semakin mudah untuk melakukan perjalanan mandiri alias tanpa ikut paket tur dari agen perjalanan. Tapi sepertinya jalan sendiri malah bikin senewen. Belum juga berangkat, udah pada panik. Padahal “resiko” perjalanan mandiri adalah mencari tahu segala informasinya sendiri, apalagi maunya yang murah. Meski buku travel udah banyak tersedia (contohnya buku-buku travel terbitan Bentang Pustaka) dan akses internet udah mudah didapat – tapi entah karena budaya orang Indonesia atau bukan – tetap kurang afdol kalau nggak tanya. Saya bisa bilang begini karena setiap hari saya menerima puluhan pertanyaan via email, Facebook, dan Twitter. Padahal semua pertanyaan itu bisa dijawab asal rajin browsing di internet. Nah, kalo udah bisa menghubungi saya via email atau social media, berarti mereka punya punya akses internet bukan? If I can, why can’t you?

Saya paling sebel dengan pertanyaan generik seperti, “Besok aq mau ke Bali niy, di sana enaknya ngapain ya?”. Atau “Di Singapur nginep yang murah di mana ya?”. Dan pertanyaan itu setiap hari pasti ada! Udah gitu, kalo nggak dijawab bisa-bisanya saya dimarahin. Duh, saya yakin kalau pun saya bikin buku travel guide macam Lonely Planet yang super lengkap, pastiii masih ada yang nanya. Saya setuju bahwa tidak ada pertanyaan yang buruk, tapi silly question deserves silly answer. Kalau saya tidak menemukan informasinya di internet (terutama ke daerah yang tidak ngetop), saya pun tanya-tanya forum, milis, teman, penginapan, dll, tapi itu setelah saya usaha mencari.

continue reading

Travel

Mandi bugil rame-rame

Myojinkan open air bath

Yang saya tahu sebelumnya, onsen adalah mandi ala Jepang. Padahal onsen artinya adalah hot spring atau sumber mata air panas di Jepang yang dialirkan ke tempat pemandian umum. Dengan banyaknya gunung berapi di Jepang, onsen mudah ditemukan di mana-mana, terutama di daerah pedesaan. Untuk buka onsen harus ada lisensi khusus atas 19 kandungan mineralnya dan banyak onsen yang buka 24 jam saking lakunya. Onsen dipercaya dapat menyembuhkan penyakit, seperti sakit persendian, sakit kulit, sampai diabetes. Dulu onsen hanya sekedar tempat mandi umum, tapi sekarang telah menjadi gaya hidup orang Jepang dan sumber pemasukan industri pariwisata.

Pertama kali saya mencoba onsen bersama cewek Jepang bernama Kyoko di sebuah hotel di Takayama jam 10 malam. Teman saya, Riki, via bbm bilang bahwa onsen melarang orang bertato masuk karena takut disangka anggota Yakuza. Lah, udah jauh-jauh ke Jepang masa gara-gara bertato saya nggak bisa nyoba onsen? “Diplester aja!”, usulnya. Lah, mau seberapa banyak plester untuk nutupin? Apa ntar malah keliatan kayak punya penyakit kulit? Saya pun mengaku kepada Kyoko kalo saya punya tato. Dia bilang, “Blagak cuek aja, kan kamu orang asing yang nggak ngerti peraturan.” Saya mengangguk setuju dan berjalan pede masuk ke onsen.

continue reading

Travel

Siapa bilang Jepang mahal banget?

Mount Fuji

Mendengar kata “jalan-jalan di Jepang” rasanya langsung terbayang 1 kata, yaitu “mahal”. Tapi apa benar Jepang semahal itu? Setelah merasakan sendiri jalan-jalan di Jepang, saya berkesimpulan bahwa Jepang tidak semahal yang saya bayangkan. Malah masih lebih murah daripada Eropa. Soal bahasa, ternyata tidak sesulit yang saya bayangkan. Malah jauh lebih sulit ketika saya traveling di China daratan. Orang-orang Jepang itu ramah dan sopan, meski tidak bisa berbahasa Inggris tapi kalau kita bertanya akan diberi tahu dengan detail bahkan kadang diantar.

Anyway, mahal memang relatif, tapi kalau tahu caranya, kita bisa kok menekan budget. Berikut tips jalan-jalan hemat di Jepang secara general (Catatan: 1 Yen = Rp 108, harga di November 2010);

continue reading

Travel

Thailand Shows

 

yang cewek beneran yang mana hayo?

Kebanyakan orang kalau jalan-jalan ke Thailand untuk liat candi dan istana, makan-makan, belanja, pijat, atau ke pantai (yang ramai). Setelah kesekian kalinya ke Thailand, saya mencoba aktivitas yang lain daripada yang lain, yang hanya ada di Thailand, seperti menonton show alias pertunjukan. Jangan mesum dulu, ini bukan show “begituan” di Patpong kok. Meski saya juga pernah nonton sampe-sampe buku pertama saya dibredel karena menceritakan dengan gamblang apa yang saya lihat di sana, tapi ada show-show lain di Thailand yang sangat menarik untuk disimak.

Thailand terkenal dengan para ladyboy alias banci, tapi mereka tidak malu karenanya. Kalau kita menganggap tabu, di sana malah dijadikan obyek wisata yang menguntungkan. Karena penasaran, saya nonton show banci di Calypso Cabaret di Bangkok beberapa tahun yang lalu. Jangan kira banci-banci ini seperti yang kita lihat di perempatan lampu merah atau di taman-taman gelap, banci Thailand ini cantik dan berbakat. Show itu lucu, parodi bintang-bintang Hollywood meski jauh dari mirip karena operasi transgendernya belum sempurna. Minggu lalu saya nonton lagi kabaret banci bernama Tiffany’s Show di Pattaya yang mengklaim diri sebagai The Original Transversite Show yang berdiri sejak tahun 1974. Bedanya, di Tiffany ini teaternya tiga kali lebih besar dan pertunjukannya lebih cultural dan serius. Kostumnya bak karnaval dengan bulu-bulu tinggi di kepala dan baju berpayet, setting panggung pun variatif sesuai tema. Demi selera pasar, mereka juga menampilkan tarian dan nyanyian Korea, China, Rusia, India – 4 besar asal turis di Thailand. Agak bosan menonton 1,5 jam pertunjukannya sih, tapi begitu keluar gedung saya justru tercengang melihat para banci yang cuantik-cuantik dan luangsing buanget! Hasil permaknya sempurna: rahang kecil, hidung mancung, payudara besar, bulu hilang, jakun pun hilang. Nggak pernah saya lihat banci “sesempurna” di situ. Konon banci Tiffany paling cantik se-Thailand, bahkan setahun sekali mereka bikin pemilihan Miss Tiffany yang akan menjadi bintang panggung.

continue reading