“You came all the way from Indonesia to Ireland to watch Oasis concert?” komentar orang yang bingung melihat saya cewek tua sendirian ke Irlandia.
“Yes. I’m a big fan!” jawab saya tersenyum. Bangga.
Oasis adalah band rock asal Inggris yang dibentuk pada 1991, seiring dengan dimulainya era Britpop dengan lagu-lagu alternative rock. Sebenarnya saya baru suka lagu mereka setelah album keduanya pada 1995 dengan lagu andalan Morning Glory, Wonderwall, Champagne Supernova, dan Don’t Look Back in Anger. Kala itu dengarnya dari radio dan kaset yang menemani masa come of age dalam hidup saya. Sayangnya, pada 2009 band itu bubar karena konflik antarsaudara Liam dan Noel Gallagher. Meskipun demikian, lagu-lagunya masih saya dengar sampai sekarang, bahkan sering jadi lagu andalan saat karaoke atau nyanyi di panggung reunian.
Setelah 15 tahun bubar, Oasis mengumumkan bahwa mereka bersatu kembali dan mengadakan konser Live’25 di Inggris dan Irlandia! Pada Agustus 2024, saya pun ikutan ticket war, plus titip ke teman-teman yang nge-war juga. Saya sengaja pilih konser di Irlandia karena belum pernah ke negara itu dan (berharap) kemungkinan dapat tiket lebih besar daripada di Inggris. Sialnya, situs eror dan tahu-tahu saja tiket habis! Saya gagal dapat tiket!
Beberapa bulan kemudian, tiba-tiba saja saya dapat kabar dari teman saya Ken di Jepang bahwa dia berhasil membeli 2 tiket Oasis di Dublin hasil dari bidding. Tiket itu langsung saya sambar, meski harganya sangat mahal! Gilanya, tiket itu front standing alias festival yang berdiri di lapangan bawah panggung!
Pengalaman nonton Linkin’ Park di lapangan Ancol pada 2004 membuat saya agak trauma karena berdesakan rusuh sampai saya mau pingsan. Sejak itu, saya hanya berani nonton konser di luar negeri demi keamanan, mulai dari Duran-Duran, Madonna, U2, Cold Play di Singapura, sampai Queen di Italia—itu pun di stadion indoor. Tapi ini Oasis. Di lapangan stadion terbuka! “Tenang, kan bareng gue!” kata Ken.
Plot twist: seminggu sebelum Hari-H, Ken mengabari kalau dia tidak jadi datang karena tidak dapat cuti dari kantornya! Jiaaah, saya bakal sendirian banget nih! Saya langsung mules membayangkan tergencet sendiri di antara ribuan penonton cowok yang rusuh!
Lebih mules lagi mikirin: gimana kalau saya mau pipis saat konser berjam-jam? Kalau duduk di tribun stadion, akses toilet lebih mudah, tinggal belok. Kalau di lapangan? Toilet umum portable adanya di luar stadion! Jalannya bakal susah mengarungi desakan ribuan orang, dan belum tentu bisa balik lagi ke titik yang sama. Sebagai orang tua yang beseran, saya harus punya strategi pipis.
Solusinya: pakai pamper! Saya sampai tanya-tanya ke geng lansia, lalu membeli pamper dewasa merek termahal di supermarket. Ternyata bentuknya kayak celana dalam kertas, dengan lapisan tebal di bagian selangkangan kayak pembalut, tapi bulky. Untuk tes kelayakan, saya sengaja memakainya di rumah sambil kerja di komputer. Dan… brol! Ambrol! Entah pipis saya yang banyak atau posisi yang salah, pamper bocor! Huaaaa!
Hari-H: 16 Agustus 2025, saya bangun siang setelah mendarat di Dublin malamnya. Satu kota penuh orang memakai kaos dan merchandise Oasis membuat saya FOMO ingin beli, tapi pop-up store antreannya mengular! Dari info warlok, saya pun membeli kaos yang tinggal sisa beberapa di record store. Buru-buru saya makan nasi di restoran China demi tenaga dan minim minum demi nggak beser, lalu pulang sebentar untuk ganti baju, dan pakai pamper di dalam celana panjang gombrong biar nggak menonjol.

Jam 17.00 saya sudah mengantre di gerbang stadion Croke Park. Tiket berupa QR code acak di aplikasi atas nama Ken akhirnya berhasil di-scan. Saya pipis dulu di toilet portable. Masuk ke lapangan, saya berjibaku memilih spot sekitar 5 meter di depan panggung bagian tengah. Di antara ratusan cowok berdiri, tahu-tahu ada dua cewek yang lagi duduk di lantai (lapangan rumput ditutup lempengan aluminium). Saya langsung duduk di sebelah mereka. Kami ngobrol santai, ternyata satu cewek Jerman yang nonton sendiri dan satu cewek lagi orang Italia yang nonton sama suaminya. Saya merasa aman!
Penonton di front standing mayoritas bapack-bapack bule muda dengan perut sedikit buncit. Gayanya ala 90-an: kaos Oasis, celana pendek cargo, topi bucket, kacamata hitam, sepatu Samba. Gilanya, baru kali ini saya nonton konser di mana para penontonnya minum bir nggak berhenti (kok bisa ya mereka nggak beser?), bebas merokok, bahkan mengisap ganja dan kokain!
Jam 18.00 dimulai dengan band pembuka Cast, band indie rock Inggris. Lalu, surprise, band keduanya adalah Richard Ashcroft dari The Verve! Aaak, band-band era Britpop keluar reunian! Begitu dia nyanyi Bitter Sweet Symphony, bergemuruhlah satu stadion berkapasitas 80.000 orang!
Jam 20.15 masih terang benderang saat summer di Irlandia, tahu-tahu suara cabikan gitar Fuckin’ in the Bushes terdengar menggelegar bersamaan dengan keluarnya visual effect di tiga layar LED superbesar. Masuklah Liam Gallagher, Noel Gallagher, Paul “Bonehead” Arthurs, Gem Archer, Andy Bell, dan drummer baru Joey Waronker. Meski rambut sudah beruban, muka berkerut, badan membesar, dan gaya Liam yang masih songong… mereka tetap keren! Suara mereka pun masih sama kayak di kaset! Kami sudah kayak karaoke bareng sambil lompat-lompat dan joget-joget selama dua jam lebih!

Ini setlist-nya: Hello, Acquiesce, Morning Glory, Some Might Say, Bring It On Down, Cigarettes & Alcohol (sambil joget Poznan bareng!), Fade Away, Supersonic, Roll With It, Talk Tonight, Half the World Away, Little by Little (yang bikin mewek), D’You Know What I Mean?, Stand by Me, Cast No Shadow, Slide Away, Whatever, Live Forever, Rock ‘n’ Roll Star. Lalu encore: The Masterplan, Don’t Look Back in Anger, Wonderwall, dan dengan manisnya ditutup oleh Champagne Supernova! AAAK…. SUPERPUAS!!! Tonton di sini deh!
Kelar konser, puluhan ribu penonton berjalan ke luar stadion dengan tertib. Ternyata konser Oasis di Dublin ini sangat aman—tidak ada satu orang pun yang menyentuh saya, kecuali pas poznan yang sengaja saling memegang bahu. Saya pun baru sadar, selama itu ternyata saya nggak merasa pengin pipis sama sekali! Yang ada hanya rasa lapar luar biasa karena belum makan malam dan haus karena tidak minum. Tambah sialnya, bus ke pusat kota tidak ada yang beroperasi karena stuck di jalan yang macet. Mau mampir makan di pub, semua full! Terpaksa tengah malam saya pulang berjalan kaki sambil kelaparan selama sejam!
Sampai apartemen, sekujur tubuh saya basah oleh keringat dan bir (yang dilempar-lempar penonton), suara serak, hidung mampet, badan remuk… dan saya pun jatuh sakit! Duh, jiwa boleh Oasis, tapi ternyata badan malah Queen!
Perjalanan dan konser ini atas biaya saya sendiri. Jika Anda menikmati tulisan saya di blog yang sudah berusia 20 tahun ini, bolehlah menyumbang jajan di sini. Terima kasih.






Leave a Reply