by SN*
Awal tahun 2010 saya berangkat ke Thailand dengan tujuan mengambil sertifikasi mengajar di Pattaya. Dengan bantuan sekolah perantara, akhirnya saya mendapat kesempatan untuk magang di salah satu sekolah swasta di daerah Sriracha yang merupakan kawasan industri antara Bangkok dan Pattaya.
Tiba di sekolah, saya terkagum-kagum melihat gedung sekolah yang ternyata cukup besar. Total murid di sekolah tersebut hampir mencapai 2000 orang dengan staf guru hampir 80 orang. Dimulailah sesi wawancara dengan sang manajer yang merangkap sebagai penerjemah, sang kepala sekolah yang tidak bisa berbahasa Inggris, dan sang wakil kepala sekolah yang katanya sih bisa berbahasa Inggris tetapi hanya senyum-senyum saja. Wawancara itu lebih didominasi oleh perbincangan mereka dalam bahasa lokal, sehingga saya harus pasang tampang cuek berada di tengah-tengah mereka.
Singkat cerita, saya diterima magang di sekolah tersebut. Sebagai percobaan, saya dikasih kelas TK di hari pertama. Bayangkan, mereka tidak bisa bahasa Inggris, dan saya (karena baru beberapa hari disana), tidak mengerti sama sekali apa respon mereka. Alhasil proses belajar mengajar harus pakai bahasa Tarzan. Yang cukup memprihatinkan, guru-guru lokal yang ditugaskan membantu saya di kelas pun komunikasi bahasa Inggrisnya sangat terbatas. Jadi terpaksa pakai bahasa Tarzan pula. Untungnya saya sudah sejak awal tidak menyanggupi mengajar kelas dengan jumlah murid 40-45 orang sehingga untuk kelas TK ini ‘hanya’ sekitar 20 orang. Kelas pertama dan kedua masih lancar, karena merupakan level tertinggi (sekitar umur 6-7 tahun). Saking jarangnya mereka melihat orang ‘asing’ di sekolah tersebut, selesai pelajaran saya dikerubungi oleh mereka yang berusaha bersalaman atau memeluk saya. Weh, saya serasa jadi artis!
Kelas ketiga dan keempat mulai membutuhkan kesabaran karena konsentrasi mereka sangat pendek. Puncaknya adalah kelas kelima dan keenam dimana mereka merupakan murid-murid yang paling muda umurnya (sekitar 4-5 tahun). Sebelum pelajaran guru lokalnya sudah berpesan, “Tolong jangan terlalu banyak bahannya. Diajarin 5 huruf saja.” Mulanya saya agak skeptis, masa sih belajar ABC sampai J (10 huruf) tanpa menulis, hanya pengenalan bentuk saja tidak bisa? Saya coba dengan Listen & Repeat…lancar. Dites satu-satu…kacau. Akhirnya saya menyerah, kembali ke 5 huruf (A sampai E). Itu pun beberapa anak buta sama sekali mana yang huruf A, mana yang B, dan seterusnya. FYI, di Thailand mereka punya huruf sendiri, tidak semua orang bisa baca huruf Latin, jadi buat mereka, huruf Latin itu ‘barang baru’.
Di sekolah itu ada beberapa ritual unik setiap harinya. Setiap pagi, beberapa guru bertugas nangkring di depan gerbang sekolah untuk menyambut murid-murid sambil berkata “Sawatdee ka / krup“. Sebelum pelajaran dimulai, selalu diawali upacara bersama di lapangan. Upacara itu seperti upacara bendera kita setiap hari Senin, bedanya mereka upacara setiap hari. Katanya sih penghormatan untuk Raja. Dalam upacara itu ada sesi sharing juga. Maksudnya, ada beberapa murid yang berbagi pengetahuan, misalnya membahas popular proverbs dalam bahasa Inggris. Katanya sih sekaligus untuk melatih keberanian murid berbicara di depan umum. Boleh juga tuh pelatihannya, saya aja pasti ngeper kalo harus berbicara di depan 2080 orang. Seperti anak-anak sekolah pada umumnya, tidak aneh kalo ada beberapa murid yang terlambat. Hukumannya masih bergaya jadul. Setelah upacara selesai mereka biasanya diharuskan lompat kodok beberapa keliling. Sang pengawas hukuman tak lupa membawa tongkat di tangannya. Aduh!
Gaya berpakaian murid-murid semua harus seragam, bahkan sampai ke model rambut. Semua murid cewek yang berambut panjang harus dikepang dua. Sedangkan murid cowok harus cepak ala tentara. Setiap bulan ada tukang cukur yang datang ke sekolah dan mereka yang terkena razia berhak ikut potong rambut gratis. Di sekolah ini pun semua murid belajar tanpa alas kaki. Maksudnya, semua sepatu harus dilepas dan ditaruh rapih di rak-rak di depan kelas. Guru-gurunya sih boleh pakai sepatu. Cuma, yang anehnya, kebanyakan guru-guru punya sendal sendiri di ruangan kelasnya masing-masing. Kebayang nggak, mereka mengajar pake sendal tidur yang berbulu, bahkan pake sendal jepit!
Setelah istirahat sebelum lanjut pelajaran berikutnya, semua murid harus duduk di lapangan untuk sesi ‘curhat’, tapi rekan saya bilang itu sesi evaluasi. Di sesi tersebut ada satu guru yang tugasnya ‘curhat’ tentang kedisiplinan para murid selama setengah hari tersebut. Semua murid-murid yang melakukan kesalahan dibahas dan diberikan hukuman. Oh ya, mereka masih menerapkan hukuman fisik di sana, makanya tongkat-tongkat bertebaran di tiap kelas. Saya tidak mengerti apa sih yang ‘dicurhatin’ sampai 30 menit itu. Pokoknya setiap hari saya selalu denger guru tersebut ‘cuap-cuap’ sementara para murid tertunduk, atau belagak cuek. Unik banget ya?
—-
*SN, cewek kelahiran Bandung ini lulusan salah satu jurusan teknik dari universitas swasta di Bandung. Bosan kerja kantoran di perusahaan farmasi ternak, akhirnya dia mengajar bahasa Inggris. Akhir 2009 dia nekad hijrah ke Thailand untuk memperdalam ilmu pengajaran bahasa Inggris (sekaligus traveling, tentu saja). Sampai saat ini berhasil menginjakkan kaki di 10 negara dan akan lanjut terus karena ketagihan.
24 Comments
Nando Tampubolon
October 20, 2010 1:14 amNgakak terus baca nih cerita dari awal. Unik juga yah sekolah disana, setill have their own old-school style. Terlebih saya jg salut dgn si penulis yg pny keberanian utk akhirny hijrah kesana demi pengalaman baru…hebat. Two thumbs up.
alid abdul
October 20, 2010 10:15 amwowww harus tradisi yang benar-benar mengapresiasi murid, ketika guru menyapa tiap pagi…
yang laki bisa irit duit cukur rambut karena tiap bulan ada cukur gratis hahaha
dharma
October 20, 2010 10:42 amUniknya… Tapi kayaknya ga enak tuh jadi murid di sana, gile berpanas-panas ria di lapangan for 30 minutes. Ampun dah 🙂
braFoTife
October 21, 2010 7:53 pmWaaah, enak kalii yo…. happy traveling!!! selamat bekerja dan jgn lupa ibadah!!!! hhehe
Asty
October 21, 2010 8:51 pmKalo punya guru yg pake sendal tidur bulu2 di dlm kelas, konsentrasi belajar sy pasti buyar, mata pengen ngikutin kemana pun kaki guru melangkah ;p
Nella
October 24, 2010 11:40 amhahahha seru bgt kali ya, ngajar tk .. di Indonesia aja anak2 kecil ga bisa diam dikelas, apalagi di LN yg notabene anak2nya cuma ngerti bhs setempat 😀
bisa jd tantangan unik!
Nelda
October 28, 2010 11:36 amWah, pengalamannya beda banget. Semoga lancar selalu ya ngajar dan jalan2nya 🙂 Jangan lupa belajar bahasa setempat, supaya bisa tau curhat2 mereka hehe…
eka_juni78
October 30, 2010 10:44 pmSaya saat ini bekerja di sd swasta di pedalaman Sulawesi Selatan. Di sekolah kami ada tradisi “welcoming student”. Seluruh guru dan admin sekolah mendapat giliran utk menyambut siswa di gate.Dg tradisi ini kami jd tau klo tnyata siswa A bersaudara dg siswa B, jadi kenal dg ortu pd saat mrk mengantar anknya ke skolah dan yg terakhir kami dpt menge check kelengkapan atribut spt topi, dasi atau kaos kaki sblm mrk masuk ke kls. Menyenangkan sekali mjd bagian dari sekolah.
ita
November 7, 2010 4:01 pmTradisi sepatu dicopot saat masuk kelas,menandakan kelas yg bersih,shg wajar saja kalo gurunya jg pakai ‘sendal dalam’ utk mnjaga kebersihan kelas..tradisi itu mirip2 org korea dan jepang.para dokter pun di ruang operasi pake sandal jepit..:)
pingkan P
November 13, 2010 10:48 pmenak juga ya punya pekerjaan jenis ini, dibanding jadi pegawai kantoran yg kerjanya monoton dn mmbosankan
artarta
November 16, 2010 12:31 pmjadi pengen ke thailand T_T
-G-
December 18, 2010 11:59 pmwah di Sriracha ya, disana ada tempat sky dive yg terkenal se-Asia Tenggara tuh.. mbak SN pernah liat ga ya… jadi kangen tempat itu… *ganyambungmatopik
Siska
January 4, 2011 11:58 amMau lihat sekolah yang unik? gak usah jauh-jauh, di Ciganjur, Jakarta selatan juga ada lho : Sekolah Alam Indonesia. Pls check : sekolahalamindonesia.org
Siska
January 4, 2011 11:58 amMau lihat sekolah yang unik? unik yg positif pastinya, gak usah jauh-jauh, di Ciganjur, Jakarta selatan juga ada lho : Sekolah Alam Indonesia. Pls check : sekolahalamindonesia.org
108CSR
June 7, 2011 4:58 pmBagaimana kelanjutan ceritanya?? jadi penasaran dengan sekolah-sekolah yang ada di thailand
108CSR Your CSR partner. Corporate Social Responsibility
Apud M
January 12, 2014 12:17 pmsalam ..
Hehe “bahasa tarzan” .. jadi inget kuliah s2 di thailand kejadiannya ga jauh beda ,,, semua peraturan masih sangat old style dan dengan kemampuan bahasa inggris yang super terbatas. namun semua orang disana yang saya temui dan kenal memiliki jiwa sosial yang tinggi dan tulus dalam membantu orang lain .. dan mereka membantu dengan sangat maksimal.
a
October 19, 2015 2:11 pmwow magic…i want
Mey Lan
October 5, 2016 4:13 pmCara menjadi guru di sana bagaimana yah?
Zahra
January 3, 2017 9:09 amHi mba SN, saya kebetulan akan ke Thailand jg untuk mengajar. Boleh minta email nya untuk menanyakan bbrp detail mengenai hidup di sana sbg pengajar? Terima kasih 🙂
Anonymous
February 26, 2018 6:55 pmbolehkah saya meminta kontak mba SN, karena saya ingin nanya nanya lebih lanjut mengenai mengajar di thailand
Cara Manual
April 5, 2018 2:20 pmHebat, semoga sukses selalu.
Erikanuril
June 30, 2018 11:08 pmPengalaman yang seru ya…. mendidik sambil traveling.
https://www.catatanpanda.com/
September 18, 2018 6:24 amPengalaman yang sangat seru , semoga sukses terus
Leave a Reply