Saya pikir-pikir, makin lama saya traveling saya kok membawa makin banyak kabel dan merasa perlu mencari colokan listrik di mana pun saya berada. Saya baru sadar bahwa ini disebabkan oleh gadget, alat elektronik canggih masa kini – yang semakin kecil dianggap semakin canggih, meskipun kabelnya tidak bertambah praktis.
Pertama adalah telepon genggam. Rasanya hidup saya semakin ketergantungan dengan gadget ini. Zaman globalisasi seperti saat ini membuat kita dapat ditelepon dan menelepon di mana pun kita berada karena ada kerja sama international roaming. Mau lebih murah, tinggal kirim SMS. Sialnya kalau lagi di luar negeri, kita tidak bisa melihat nomor dari siapa yang menelepon, jadilah saya sering cuek untuk tidak mengangkat berhubung menerima telepon pun kena charge (sebel kan kalau isinya telepon ngga penting seperti, “Kami dari bank xxx mau menawarkan kartu kredit bla bla bla…”). Nah, telepon genggam ini kan perlu kabel charger. Belum lagi kabel earphone karena telepon saya bisa buat mendengar radio dan MP3.
Gadget kedua adalah kamera digital. Dulu kamera digital saya masih menggunakan 2 buah baterai A3, tapi kamera tersebut lama-lama makin ketinggalan zaman karena resolusinya masih rendah. Jadilah saya memiliki kamera digital baru yang kabelnya ada kabel dari kamera ke dudukan charger dan kabel dari dudukan charger ke listrik, tambah lagi kabel untuk memindahkan gambar ke komputer. Supaya lebih aman, saya juga membawa memory card dan flash disk (USB) supaya lebih banyak gambar yang bisa disimpan. Saya juga jadi sadar, belakangan ini saya tidak mempunyai album foto karena tidak pernah lagi mencetak foto – semuanya dalam bentuk softcopy yang disimpan di komputer atau website.
Kalau sedang perjalanan bisnis, gadget bertambah dengan laptop atau notebook. Kabelnya pun jadi bertambah, ada kabel adaptor, ada kabel ke listrik, dan kabel ke koneksi internet, plus kabel mouse. Di kantor saya, level manager diharuskan memiliki pocket PC atau sering disebut PDA untuk melihat e-mail lewat push mail, tambah lagi deh dengan kabel charger. Untuk ‘menghemat’ jumlah kabel, ada kabel adaptor ke listrik yang bisa nyambung ke gadget lainnya yang juga menggunakan adaptor, tapi tetap saja harus ada kabel.
Gadget terbaru yang sering dipakai para travelers adalah iPod, selain ada kabel earphone, ada kabel charger. Kalau traveler yang agak borju, mereka membawa video camera dan bahkan portable DVD, masing-masing ada kabel adaptor dan charger. Kalau traveling sendiri sih saya tidak akan membawa laptop karena berat dan tidak janji akan keselamatannya. Apalagi saya jalan kan a la backpacker dimana menginap pun seringnya ramai-ramai dalam 1 kamar dengan orang yang tidak dikenal. Perlu diketahui, di hostel jarang sekali ada colokan listrik di dalam kamar. Yang pasti ada di wastafel kamar mandi, tapi siapa yang berani meninggalkan barang tersebut saat kita mandi di shower. Cara lain adalah menitipkannya pada resepsionis.
Problem lainnya adalah tidak semua negara mempunyai volt yang sama, juga bentuk colokan listriknya. Kebanyakan negara di dunia menggunakan 220 – 240 Volts, tapi di Amerika 110 Volts, dan Amerika Selatan 100 – 125 volts. Kalau tidak sesuai volt-nya maka kita membutuhkan voltage converter atau transformer, selain adaptor. Perhatikan colokan listrik di dinding deh, di Indonesia kan standar colokan listrik dengan 2 bolongan sejajar, tapi di negara lain seperti di USA dan New Zealand, colokannya terdapat tiga bolongan. Meskipun USA dan NZ sama-sama colokan tiga tapi bentuknya berbeda, versi USA bolongannya 1 bundar di atas dan 2 pipih di bawah, versi NZ tiga-tiganya pipih. Kalau colokan listrik di dinding yang bentuknya aneh-aneh begini sementara colokan listrik Indonesia hanya berbentuk 2 colokan, mau tidak mau kita harus beli sesuai dengan negara setempat bukan? Dan akhirnya tas pun penuh dengan kabel-kabel dan alat elektronik!
4 Comments
REZA
June 8, 2009 10:55 amuntuk colokan yang beda2, lebih baik beli “colokan converter” mbak….banyak koq yang jual di toko2 yang jual beli kabel saya dulu beli di deket sukhumvit, BKK tapi sekarang kayaknya di Indonesia juga udah banyak yang jual. Umumnya ada 3-4 jenis konversi colokan untuk tiap konverter ini…jadi gak perlu report kalo kudu jalan-jalan ke 2-3 regional yang berbeda colokannya sekaligus…semoga membantu….
abdurrachim
June 8, 2009 11:58 amiya mbak… saya sadar baru kemaren.. rasanya tas saya kok makin berat sekarang, rupanya kabel charger laptop itu yang bikin berat… 😉
Hasan
July 18, 2009 1:12 amMbak.. klo kita beli laptop dari amerika yang voltasenya
AC 120/230 V bisa gak untuk dipakai di indonesia..?
Regina
January 8, 2010 1:02 pmWaduuh baru nyadar, ternyata ribet banget ya? Aku juga sering ngalamin hal yang sama cuma kadang gak nyadar. Klo travelling tas gede, tapi baju dikit. Yang banyak emang “pernak perniknya” gadget yang tak bawa…
Leave a Reply