Aneka Dugem (2)

Di Barcelona, suatu malam saya pernah diajak dugem oleh teman-teman sekamar saya di hostel. Saya pikir bercanda ketika Sonya, cewek asal Perancis, bilang bahwa dia biasa pulang dugem sampai jam 6 pagi, namun saya mengiyakan saja. Kami pergi ke daerah Port Olympic dan club hopping (keluar masuk klub). Masuk satu tempat, joget-joget, pindah klub lain, joget-joget lagi, begitu seterusnya. Sampai hitungan tempat dugem ke-6 di Baja Beach Club jam 4 pagi, saya menyerah dan terpaksa pulang sendiri naik taksi. Mereka sih tetap bertahan joget karena “The first Metro in the morning is at 6 AM”. Wah, pelit atau kere banget seh?

Pantesan di setiap hostel saya menginap, saya perhatikan banyak backpacker ABG yang hanya kelihatan pada malam hari saat saya mau bobo sementara siang hari mereka tidur saat saya jalan-jalan ke tempat wisata. Saya pernah tanya kepada salah satu dari mereka apa yang dicari saat traveling ke luar negeri. Jawabannya, “Just wanna partying!”. Hebat, jauh-jauh datang dari belahan dunia lain untuk pindah dugem setiap malam doang. Tapi saya pikir-pikir, saya juga pernah mengalami hal yang sama pada saat masa kejayaan saya dulu. Saya pernah tinggal seminggu di London, tapi tidak pernah lihat Buckingham Palace, Big Ben, atau Madame Tussaud. Bagaikan kalong saya tidur dari pagi sampai sore, lalu dugem dari malam sampai pagi, begitu seterusnya sampai seminggu. Kalau mengingat masa itu, wah, ga kuaaat!

Soal tempat dugem saya rasa di manapun sama saja, mau lounge, cafe, bar, pub, club, atau discotheque – penamaannya saja yang serin rancu. Percaya deh di Indonesia itu tidak kalah dengan luar sama sekali. Bedanya mungkin soal kostum para waitress-nya dimana di Indonesia paling pol mereka memakai rok mini, tapi kalau di luar ada yang pakai bikini doang. Yang mengagumkan, orang Indonesia itu jogetnya jauh lebih jago. Kalau saya sedang bersama teman-teman Indonesia yang dugem bareng di luar, pasti kami menjadi ratu dansa, apalagi kalau keluar andalan kami: joget ngebor a la Inul. Ditanggung semua orang akan berhenti dan memandang kagum kepada kami. Hehe!

Tempat dugem yang berkesan bagi saya adalah Limelight, salah satu club tersohor di London yang menempati gedung bekas gereja berusia ratusan tahun. Klub ini terdiri dari 2 lantai, lantai atas musik ‘tarantuntung’, lantai bawah musik ‘R&B’. Di sini lah pertama kali saya melihat beberapa orang ‘ML’ di tangga darurat ketika saya mau ke toilet tapi salah buka pintu. Ups! Namun tempat dugem paling unik bagi saya adalah Arctic Ice Bar di Helsinki (Finlandia). Bar ini bersuhu minus 5 derajat Celcius! Semuanya terbuat dari es, mulai dari dinding, lantai, bar, dan mejanya. Tentu tidak disediakan kursi karena kalau duduk pasti bikin celana basah, atau kalau sering didudukin kursinya bisa meleleh karena berat badan. Dengan entrance fee-nya yang mahal yaitu 10 Euro, kita masing-masing dipinjamkan thermal jacket dan sepasang kaus tangan dari bahan wol, juga mendapat segelas minuman Finlandia Vodka. Minumnya pun sambil menggigil karena Vodka tersebut on the rocks alias berisi es batu. Brrr!

Saya juga suka memperhatikan suasana saat jam bubaran dugem. Pemandangan jam yang paling mengenaskan adalah di daerah Kings Cross, Sydney, suatu hari jam 5 pagi. Di pinggir jalan, saya melihat orang ternungging-nungging karena sedang fly, ada juga yang menggigil sakau, ada juga yang mengejar-ngejar saya dan malak. Hii! Biasanya jam bubaran dugem, orang menyerbu warung makan pinggir jalan. Kalau di Jakarta orang pergi makan roti bakar atau bubur ayam, di luar orang makan sosis, kebab, pizza, atau burger, maksudnya supaya agak membuat sadar.

Menggunakan transportasi umum sesudah jam dugem ada triknya. Saat weekend, transportasi umum tersedia rata-rata hanya sampai jam 2 pagi. Jadi kalau lewat dari jam segitu, harus menggunakan taksi dengan harga surcharge karena di luar jam normal padahal harga taksinya pun sangat mahal. Saya sendiri pernah ditinggal bis yang mengantar dugem dari hostel di Byron Bay (Australia) dan tidak cukup uang untuk membayar taksi, akhirnya saya memberanikan diri untuk hitch-hike. Saya berhasil minta tebengan dengan seorang lelaki bermobil yang bawa anjing herder gede banget yang dengan galaknya menggonggongi saya sepanjang perjalanan. Apa boleh buat, saya tidak punya pilihan.

Namun suatu kali pernah saya diuntungkan dengan penambahan 1 jam dugem karena ada saving day light, jadi bisa pulang jam 3 pagi. Karena keasikan, kami baru tersadar 10 menit sebelum kereta terakhir berangkat. Waduh, udah tipsy tapi harus jalan cepat dan jauh ke stasion kereta bukanlah hal yang mudah. Perlu diketahui, kereta terakhir adalah yang paling tidak nyaman – selalu sangat penuh, sangat berisik akibat orang yang tidak bisa mengontrol volume suara, dan sangat bau karena banyak orang yang jackpot (baca: muntah). Wek!

2 Comments

  • Santy
    March 5, 2009 3:03 pm

    Ampun deh…lucu sekali cerita yg satu ini….

  • Anonymous
    May 8, 2017 6:18 pm

    keren ,, pengalaman hidup

Leave a Reply

Leave a Reply