Jadilah traveler yang ramah iklim!

Jadilah traveler yang ramah iklim!

Merasa nggak sih akhir-akhir ini cuaca semakin aneh? Sekarang bulan Juli yang seharusnya musim kemarau tapi masih sering hujan deras, bahkan banjir di sebagian tempat! Kalau ditarik lagi jauh ke belakang, ketika saya bersekolah SD-SMA di Jakarta, ruang kelas tidak ada AC ya santai aja karena saya setua itu zaman dulu cuacanya tidak sepanas sekarang. Bayangkan, berapa derajat Celcius kenaikan suhu bumi!

Penyebab perubahan iklim ini adalah emisi karbon yang merujuk pada pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke atmosfer. Penyumbang terbesarnya adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak, batu bara, dan gas, yang berkontribusi 87% melonjaknya kuantitas CO2 di udara.

Sementara itu, industri pariwisata menyumbang 8% emisi karbon dunia pada 2009-2013. Sebagai traveler yang menggantungkan hidup dari pariwisata, saya mengaku sangat sulit untuk tidak berkontribusi terhadap perubahan iklim. Tapi Anda tidak usahlah jadi SJW (social “julid” warrior) yang mengecam saya, kecuali jika Anda seorang vegan, tidak traveling sama sekali, dan tidak beranak. Hehe!

Saya yakin kita semua sudah berusaha ramah lingkungan dengan selalu bawa botol minum, tas belanja sendiri, tidak pakai sedotan, dan lain-lain. Tapi ternyata masih banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi emisi karbon. Saya belajar saat ikut trip Bumi Journey pada 12-14 Juli 2024 ke Bintan, Kepulauan Riau, bareng rombongan pejuang lingkungan dari Singapura.

Trip inilah yang menginspirasi saya untuk berbagi tip untuk para traveler agar dapat mengurangi emisi karbon, sebagai berikut:

Tipe kendaraan dan emisi karbon yang dihasilkan (sumber: BumiJourney.com). 1.000 gram/CO2 = 1 Kg/CO2. Emissions/100 km/person.
  1. Transportasi
    Transportasi adalah sumber utama emisi dalam industri pariwisata, dengan penerbangan menjadi kontributor yang signifikan.
    – Jalan kaki dan naik sepeda menghasilkan 0 emisi karbon, tapi jika jaraknya jauh dan harus naik kendaraan, pilihlah transportasi umum, seperti bus, kereta, dan feri.
    – Jika menggunakan pesawat terbang, pilihlah kursi kelas ekonomi karena emisi penumpang pesawat ditentukan oleh jumlah ruang yang digunakan di pesawat. Rata-rata, kursi kelas bisnis dua kali lebih besar daripada kelas ekonomi sehingga jejak karbonnya dua kali lipat lebih besar. Jadi kalau ada yang mencela ‘kok nggak naik kelas bisnis sih?’ jawab saja ‘mengurangi emisi karbon!’ meski sebenarnya kita yang nggak sanggup bayar. Hehe!
    – Gunakan Google Flights untuk mengecek jumlah emisi karbon yang dihasilkan pada berbagai pilihan pesawat sehingga kita bisa lebih bijak memilih.
  2. Akomodasi
    Di kategori akomodasi, AC dan heater adalah penyumbang terbesar emisi karbon. Semakin besar dan lengkap fasilitas hotel, maka semakin besar menghasilkan emisi karbon karena kolam renang, spa, gym boros energi.
    – Menginap di hostel (7,8 kg CO2/orang/malam) lebih rendah emisinya daripada hotel (31 kg CO2/orang/malam).
    – Lebih baik menginap di homestay, Airbnb, atau bahkan di rumah teman/saudara karena emisi karbonnya jauh lebih kecil.
    – Menginap di hotel bintang lima tidak salah juga (apalagi saya doyan banget!), tapi kita bisa memilih hotel yang lebih ramah lingkungan atau yang punya program konservasi alam.
    – Hematlah listrik dengan mematikan lampu, AC, TV, charger, saat tidak dibutuhkan.
    – Mengganti handuk, seprai, dan sarung bantal hotel hanya kalau benar-benar dibutuhkan, jadi tidak usah diganti setiap hari.
  3. Makanan
    Produksi makanan menyumbang seperempat emisi gas rumah kaca dunia. Menanam, memproses, mengangkut, mengemas, mendinginkan, dan memasak semuanya membutuhkan energi.
    – Pilih makanan yang berasal dari lokal, bukan impor. Ingat, semakin jauh bahan makanan berasal maka semakin besar emisi karbonnya karena harus melalui transportasi.
    – Jangan membuang makanan! Paling sering terlihat: sarapan prasmanan di hotel ambilnya nggak kira-kira banyaknya, tapi nggak dihabiskan! Ketika makanan terbuang, semua emisi yang dihasilkan dari produksinya menjadi sia-sia. Malah, makanan yang terurai di tempat pembuangan akhir akan menghasilkan metana yang 28 kali lebih kuat daripada karbon dioksida.
  4. Aktivitas
    – Ikut tur yang 0 emisi karbon, seperti free walking tour. Ini ada di banyak kota di seluruh dunia, kok!
    – Pilih aktivitas yang mendukung konservasi alam, warisan budaya, atau terlibat dalam pengalaman konservasi langsung. Contohnya, saat saya ikut tur Bumi Journey di Bintan yang aktivitasnya mengunjungi budidaya teripang, menanam bakau di Pulau Dompak, dan tur budaya Melayu di Pulau Penyengat. Videonya bisa ditonton di sini.
    – Belanja suvenir yang bermakna yang dibuat oleh pengrajin lokal daripada barang produksi massal yang diimpor dari luar negeri.
  5. Menyerap Emisi Karbon
    Kita bisa mengembalikan emisi karbon yang dihasilkan ke bumi dengan mendukung proyek yang menangkap emisi karbon. Caranya dengan menghitung jumlah emisi karbon dari perjalanan yang kita lakukan di sini. Setelah mendapatkan angka total emisi karbon yang kita hasilkan, kita bisa menyerap kembali karbon yang telah kita hasilkan sebelumnya dengan melakukan penanaman, salah satunya dengan menanam bakau (mangrove) di sini. Mengapa bakau? Karena hutan bakau dapat menyerap 10 kali lebih banyak karbon daripada hutan darat!

Duile, mau jalan-jalan aja ribet banget sih? Duit-duit gue, kok elo yang rese? Ngerugiin hidup elo juga nggak! Ya, nggak salah sih! Kita memang bukan kayak rombongan Singapura itu yang ekonominya sudah mapan sehingga bisa memikirkan keberlangsungan dunia setelah urusan perut terpenuhi. Tapi kalau bukan kita yang mulai, siapa lagi? Saya yakin pembaca blog ini berpendidikan dan berekonomi menengah ke atas (amin!) jadi kita punya kemampuan untuk menjadi agen perubahan. Meskipun pada akhirnya, pariwisata dan perjalanan akan tetap menghasilkan emisi karbon, tapi sebisa mungkin kita berusaha menjadi traveler yang ramah iklim.


Saya tidak dibayar ataupun menerima komisi dalam menulis artikel ini. Bila Anda menyukai tulisan saya, silakan berkontribusi dengan menyumbang “uang jajan” di sini supaya saya semakin semangat berbagi kisah dan inspirasi di blog yang berusia 19 tahun ini. Terima kasih!

1 Comment

  • Anonymous
    August 11, 2024 3:15 pm

    lkn

Leave a Reply

Leave a Reply