Saya baru saja kembali dari Peru setelah dua bulan menjalani Residensi Penulis 2018. Program ini diselenggarakan atas prakarsa Komite Buku Nasional dan Program Beasiswa Unggulan – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia untuk memacu para penulis profesional menerbitkan karya yang layak, mempromosikan sastra dan budaya Indonesia, serta membangun jejaring literasi internasional.
Setelah Residensi Penulis dijalankan di tahun ketiga, akhirnya saya berani melamar. Awalnya kita diwajibkan membuat proposal tentang apa yang akan ditulis dan mengapa memilih tempat tersebut. Ada juga syarat administrasi yang agak ribet, seperti surat keterangan bebas narkoba, sehat fisik dan mental (ternyata ini tiga hal yang berbeda jadi harus ikut tiga tes). Dan yang terpenting punya undangan dari institusi di tempat residensi yang bersedia bekerja sama. Syarat lengkapnya bisa dibaca di sini.
Mengapa ke Peru karena saya suka Peru dan pengin balik ke sana. Ide proposal datang dari tulisan saya sendiri di buku The Naked Traveler: 1 Year Round-the-World Trip tentang keberadaan WNI yang banyak bekerja sebagai misionaris Katolik di Amerika Latin. Premisnya: negara kita yang minoritas Katolik (mayoritas Islam) ternyata salah satu negara terbesar “pengekspor” pastor dan suster ke negara yang mayoritas Katolik lho! Menarik, bukan?
Tapi jalan ke Peru tidak semulus itu. Saya satu-satunya penulis Residensi yang mencelat ke benua Amerika Selatan karena umumnya penulis Indonesia memilih Belanda, Inggris, Jepang karena hubungan sejarah. Alhasil karena kekurangtahuan, dana biaya hidup di Peru diberikan sangat kecil, bahkan tidak cukup untuk ngekos. Apalagi tiba-tiba dolar Amerika menguat. Jadilah saya memohon bantuan sponsor dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Lima yang akhirnya menyetujui memberikan akomodasi di “kamar seadanya” di kantor KBRI. Iya, begitu tulisan di emailnya. Untungnya saya traveler sejati yang bersedia tidur di mana saja.
Untuk menghemat biaya, setiap hari saya masak sendiri. Terus terang ini hal yang pertama kali saya lakukan seumur hidup karena di rumah selalu ada pembantu dan pas traveling hanya masak ala Pramuka (modal mi instan dan aneka masakan telur). Cara masaknya gimana ya saya nanya Yasmin (biasanya saya jadi tukang cuci piring karena dia yang masak), nanya pembantu, dan nanya ibu-ibu Darma Wanita. Karena literary hidup di kantor, saya jadi berteman dengan Satpam, Tukang Kebun, Office Boy dan Office Girl. Dari mereka lah saya belajar bahasa tutur Spanyol.
Kalau Anda bayangkan saya ke Peru karena ingin ke Machu Picchu maka Anda salah. Saya sudah pernah ke sana, jadi kali ini ke Peru dalam rangka bekerja. Setiap hari kerjanya mewawancarai nara sumber dan mengikuti aktivitas mereka. Jadilah saya ke seminari, gereja, kapel, rumah sakit, rumah jompo, sampai makam, dan bahkan kadang tinggal di biara! Untuk promosi sastra dan budaya Indonesia, saya sempat mengajar di Universidad Nacional Mayor de San Marcos, mengajar kelas Bahasa Indonesia, dan talkshow di KBRI Lima.
View this post on Instagram
Karena KBRI Lima membawahi negara Peru dan Bolivia, saya mendapat daftar misionaris Indonesia yang ternyata setengahnya bertempat tinggal di Bolivia. Dalam waktu sebulan saya telah wawancarai sebagian besar misionaris di Lima dan sekitarnya, sisanya berada di luar kota. Maka saya apply visa Bolivia dengan pertimbangan kalau diterima maka saya akan melanjutkan riset di Bolivia, bila tidak maka saya akan ke luar kota di Peru saja. Setelah lima tahun lalu ditolak, saya tidak bisa berharap banyak tapi rupanya visa diterima! Dalam dua minggu saya pergi ke tiga kota untuk wawancara, plus liburan sendiri ke Salar de Uyuni! Tentu dana makin membengkak, tapi saya bela-belain pakai uang sendiri karena sudah kadung dekat.
View this post on Instagram
Saya belajar sangat banyak di Peru dan Bolivia! Saya kagum sendiri dengan keterbatasan Bahasa Spanyol saya tapi bisa mengurus visa sendiri, transfer uang ke bank, pergi ke mana-mana naik transportasi umum sendiri (bahkan pede ikut tur di Salar de Uyuni dengan guide yang hanya berbahasa Spanyol), juga mengajar di kelas (meski dengan bantuan penerjemah). WNI di sana yang jumlahnya sedikit sangat dekat satu sama lain dan banyak membantu saya terutama mengatasi rindu terhadap makanan Indonesia. Saya sebagai non Katolik pun belajar sangat banyak dari para misionaris Indonesia, bukan hanya soal agama tapi juga filosofi hidup yang sangat mendalam.
Saya berterima kasih sekali kepada pemerintah Indonesia, terutama Kemdikbud yang telah menyokong penulis Indonesia. Juga kepada para staf dan keluarga KBRI Lima yang telah menjadi keluarga sendiri selama dua bulan ini. Apalagi kepada para misionaris Indonesia yang telah bersedia dikintili! Dios te bendiga! Semoga proses penulisan nanti berjalan dengan lancar sampai diterbitkan jadi buku sehingga saya bisa menyumbangkan sesuatu untuk negara dan dunia.
34 Comments
Dt Irvan
November 6, 2018 2:38 am???
Dt Irvan
November 6, 2018 2:39 amKeren
Endah Kurnia Wirawati
November 6, 2018 10:12 amLuar biasa. Saya waktu itu tertarik juga ingin ikut residensi di peru dan bolivia.. namun belum nemu topik yang menarik. Topik yang kak trinity angkat keren juga ya. Jadi pengen segera baca hasil tulisannya deh.
vina
November 6, 2018 12:04 pmmantab Mba T ditunggu karyanya, semangat terus berkarya
Maria Widjaja
November 6, 2018 6:00 pmMenarik. Aku tunggu buku terbarunya yah, Kak. GBU
Laras Irentha Ramadhani
November 6, 2018 11:46 pmWah ! Keren sekali. Saya barusan nonton film The Nekad Traveler langsung mampir ke blog ini. Sebenarnya saya sudah lama tau blog ini. Tapi sudah lama banget ga ke blog ini, semoga penulis Indonesia selalu sukses. Salam kenal dari Jambi .. ?
Desy zulfiani
November 7, 2018 5:59 amTerharu aq baca nya mba,,, semoga terus memberi manfaat baik ke seluruh dunia, sbg org indonesia aq turut bangga.
Anonymous
November 7, 2018 9:33 amSemoga cepat jadi bukunya… Sehingga bisa saya baca…
Anonymous
November 7, 2018 12:17 pmSO HAAAAPPPY baca kak tri mau nulis lagi..kutunggu bukuuumuuuu kaaak…
Anonymous
November 7, 2018 2:55 pmList yg harus di realisasi kan.tuk beli buku nya. ???
Wahyu Sinarno
November 7, 2018 3:03 pmAlhamdulillah klw ka trinity gak jadi pensiun nulis, saya tunggu buku baru nya lagi ka. btw tulisan ini sudah saya tunggu2 dari kemarin. akhirnya ada tulisan baru untuk di baca dari ka trinity. sukses selalu ka.
Ai
November 7, 2018 7:58 pmDitunggu buku-buku berikutnya Mba.
Senangnya kalau Mba Trinity tidak jadi pensiun menulis
Relinda Puspita
November 7, 2018 8:17 pmBisa ke Bolivia nya itu yang bikin mupeng.
TimK
November 8, 2018 8:38 amNgintilin cerita perjuangan ke Bolivia, ternyata ini jalannya tiba disana.
Sukses mba Trinity
Evi
November 8, 2018 9:05 amSelalu kagum pada semangat hidupmi, Mbak. Berapi-api, siap belajar dan berjuang untuk apapun yang dimau..Semoga tambah sukses dengan karier penilisannya. Nungguin buku ini terbit
ttamasyaa
November 8, 2018 10:00 amseneng banget bacanya, dan sayapun berasa ikut ke Peru karena selalu mantengin story instagram mb Trinity, ditunggu buku baru nya.
Indra pradya
November 8, 2018 2:28 pmSelalu dan selalu menginspirasi. Perjalanan penuh nilai. Sesuatu yang selalu menyemangati saya untuk terus semangat menulis.
Anonymous
November 9, 2018 8:11 amHola Trinity Keren!
Mantap sekali! Kita tunggu bukunya!
Gracias
Didy
November 9, 2018 3:34 pmAh Saya terharu banget bacanya, kenapa ini Keren sekali sih. Bingung mau ngomong apalagi, setelah sekian lama nunggu update blog ini.
Kasamago
November 12, 2018 10:45 amPeru dan Bolivia, Machu Piccu vs Salar de Uyuni.. Eksotis.
makin semangat memacu harapan
Sugi
November 15, 2018 10:10 amsaya selalu suka cara nya mba triniti bercerita, iya tau, harus nya trinity yes, meski lewat tulisan selalu mudah dipahami dan kayak lagi dengerin orangnya cerita di hadapan kita aja gitu,
nada
November 15, 2018 2:22 pmI like your article. Please visit BandungPunya
Ervita Widyastuti
November 17, 2018 6:15 amKeren banget mbak
Fira Firdaus
November 21, 2018 7:55 amBerarti setelah pulang dari residensi ini, mbak T bakal nerbitin buku baru kah seputar pengalaman di Lima? Wah jadi nggak sabar nunggu 😀
INDRA
November 28, 2018 12:29 pmwaah di tunggu bukunya mba…..sepertinya ide ini menginspirasi juga untuk melakukan kegiatan yang sama…cuman,,,kalau masih orang kantoran susah kali yeee,,,, http://www.travelindra.com
Subrata Kampit
November 28, 2018 3:22 pmsemoga selalu menjadi traveler & penulis…
Agencity Tour
December 3, 2018 4:36 pmHai bagi kalian yang ingin liburan murah dipadang silahkan kunjungi website kami http://www.wisatamurahpadang.com/ atau hubungi +62 812 9386 7466
Anonymous
December 18, 2018 8:08 pmKapan ya..bisa seperti mba trinity.!!
Aldi
December 18, 2018 8:12 pmMeskipun hanya menjadi pembaca dan melihat kenanganmu saya suda cukup bangga menjadi fens terbaikmu
okbpoker
December 25, 2018 3:29 ammelihat kenangan kamu seperti ini sih sudah keren banget..
sukses terus yah
CAPSAQQ
venny clara
January 2, 2019 3:46 pmkak trinity kakalah yg buat saya demen jalan2, n pengen ninggalin dunia MMK. tapi apa daya blum ada keberanian, tapi jalan2 tetep lah, tapi ya itu ga bisa lebih dari cuti saya di kantor, makasih kak atas inspirasinya buat saya, sy beli buku naked traveller ke 8 pas udah ada di gramed ajah ya kak, hmm nanti bakalan ada di gramed kan kak? soalnya saya lebih excited beli langsung… GBU ya kak..(berharap yg ke 8 bukan buku terakhir hiksss…)
Anonymous
January 18, 2019 5:17 pmkeren banget kak trinityy
Samson Guerrero
December 5, 2022 7:00 pmVery well presented. Every quote was awesome and thanks for sharing the content. Keep sharing and keep motivating others.
Leave a Reply