Gara-gara Air Asia buka rute baru direct flight Denpasar-Darwin dan dapet harga promo Rp 1,3 juta + pp (ini ke Australia lho!), saya langsung cabut! Sebenarnya dulu saya sudah pernah ke Australia, tapi hanya ke daerah Timur (Melbourne sampai Cairns). Nggak kebayang saya akan ke Utara, tepatnya ke Darwin, secara tempat itu sepertinya nggak ngetop dan nggak ada apa-apanya. Tapi, saya kan demennya ke tempat yang nggak biasa. Malah saya sengaja nggak rajin riset sebelum berangkat supaya surprise akan apa yang akan terjadi.
Nama Darwin sendiri berasal dari ilmuwan teori evolusi Charles Darwin yang pernah ke sana tahun 1836. Darwin adalah ibukota propinsi Northern Territory yang terletak di di Laut Timor, jadi dari Bali cuman terbang 2,5 jam. Karena lokasinya paling dekat dengan Asia, maka penduduknya pun multi-kultural. Cuaca di sana pun mirip banget kayak di Indonesia, cuman ada musim hujan (September-April) dan musim panas (Mei-Oktober) dengan tingkat kelembaban yang tinggi alias gampang bikin kemringet.
Kota Darwin tidak begitu besar. Jangan membayangkan kota metropolitan dengan banyak gedung pencakar langit, rata-rata di sana bangunannya bertingkat dua, kecuali hotel dan apartemen. Bangunannya pun relatif baru karena kota ini pernah kena badai Cyclone Tracy tahun 1974 yang menghancurkan lebih dari 70% bangunan di Darwin. Bagusnya semuanya rapih, bersih, dan serba hijau dengan pepohonan. Suasananya kayak di kota pantai dimana orang-orangnya pake tank tops dan celana pendek. Orang sana memang hidupnya laid back, ditambah lagi banyaknya populasi anak muda. Konon demografi penduduk Darwin memang sebagian besar anak muda, jadi mantab banget kalo mau ngeceng. 🙂
Kalau mau menginap, pastikan tinggal di sekitar Mitchel Street. Di sepanjang jalan itulah yang paling “hidup”, mulai dari hostel/hotel, travel agent, restoran, bar, supermarket, toko suvenir sampai mal, jadi tinggal jalan kaki ke mana-mana. Harap diingat, di sana toko/mal buka hanya sampai jam 5 sore, bahkan kalo weekend tutup jam 3 sore. Yang buka sampai pagi ya hanya bar. Bar di sana modelnya semi-outdoor, jadi bisa ngintip dulu happening apa nggak sebelum memutuskan masuk. Untungnya bar di sana kayak di Bali, boleh masuk pake kostum apapun, termasuk pake kaos dan sendal jepit.
Keramaian yang ditunggu-tunggu orang lokal adalah pergi ke pasar, yaitu di Parap Village Market (setiap Sabtu) dan Mindil Beach Sunset Market (setiap Kamis dan Minggu di musim panas). Pasar non-permanen yang nggak becek itu jualan segala macam, mulai dari buah sampai perhiasan, tapi utamanya orang ke sana untuk makan berbagai masakan Asia – bahkan ada warung sate yang penjualnya orang Indonesia. Hebatnya, meski cuman buka lapak, pembayaran bisa dilakukan pake kartu kredit.
Sebagian besar turis yang doyan adventure menjadikan Darwin sebagai titik awal untuk menjelajah national parks terdekat yang ada di Northern Territory. Kakadu National Park yang termasuk UNESCO Heritage Site memiliki lansekap yang dramatis seluas setengah negara Swiss dan telah dihuni manusia sejak 40 ribu tahun yang lalu. Selain itu ada Litchfield National Park dan Katherine Gorge. Aktivitasnya nggak cuma trekking dan kemping, tapi juga melihat rock painting-nya suku Aborigin, berenang di banyak air terjun, sampai menyusuri sungai sambil melihat buaya.
Bicara soal buaya, pergi ke Australia bayangan saya adalah pantai dan berenang. Ternyata saya salah besar. Memang Darwin terletak di pinggir pantai, tapi pantainya nggak ada yang bisa diberenangin karena… banyak buaya! Yep, buaya di sana hidupnya di air laut, makanya disebut sebagai saltwater crocodiles – jenis reptil terbesar di dunia. Warnanya putih/beige gitu, panjangnya rata-rata 6an meter (rekor terpanjangnya 10 meter) dengan berat sampai 1 ton!
Di pantai mesti ada plang bertuliskan “Danger! Crocodiles inhabit in this area. Keep away from the water’s edge”. Karena itulah hampir setiap rumah di Darwin memiliki kolam renang supaya penduduknya bisa santai berenang nggak pake dikejar buaya. Kalau mau gampang dan aman melihat buaya, di Mitchel Street ada Crocosaurus Cove. Di sana bisa lihat bayi buaya yang bisa ditimang-timang sampe mama buaya yang guedhe banget. Mau aktivitas yang memacu adrenalin? Silakan ikutan berenang bersama buaya di dalam Cage of Death. Jadi kita dimasukin ke dalam kerangkeng dan diceburin ke kolam buaya. Dari situ kita bisa melihat buaya supergede dari jarak sangat dekat. Berani?
Uniknya, buaya ini juga sehari-hari biasa jadi makanan orang sana. Jangan kaget kalo di restoran ada menu crocodile meat. Daging buaya memang merupakan makanan orang Aborigin yang tinggal di sekitar pantai. Demi perlindungan binatang, pemerintah Australia melarang orang non-Aborigin untuk membunuh buaya. Tapi kalau buaya untuk konsumsi restoran berasal dari peternakan khusus buaya yang sudah berlisensi. Saya pun nyobain makan daging buaya di restoran paling happening di Darwin’s Sailing Club. Secara takut rasanya aneh, saya pilih menu buaya yang ditumis bersama sayuran dan dimakan sama nasi. Ternyata daging buaya itu rasa dan teksturnya kayak daging ayam, warnanya putih, tidak berserat, tidak berbau, tapi sedikit lebih kenyal. Semua baik-baik saja di mulut dan perut, asal jangan sambil membayangkan bentuk buayanya. Hehe!
46 Comments
Dony Alfan
March 17, 2011 4:30 amSayang banget yak, ada pantai tapi nggak bisa buat nyemplung, haha. Ngomongin soal buaya, saya jadi ingat sate daging buaya di Sriracha Zoo Pattaya, Thailand. Di sana buaya juga dibiakkan, dan ada pertunjukan buaya.
uphiet
March 17, 2011 4:58 amWah, belum nyobain aja udah kebayang bentuk buayanya *gagal deh* 😛
gelaskopi
March 17, 2011 5:20 amKalo makanan dari daging buaya, di Balikpapan, Kaltim juga ada. Disana ada satu penangkaran buaya, lupa di daerah mana, yg jelas searah dgn jalan menuju ke arah pantai manggar. Dulu waktu kesana, disana dijual sate buaya & kerupuk buaya, cuma skrg ga tau msh ada apa ngga.
Irvan
March 17, 2011 5:21 amLoh kok kayak katalog turisme Darwin? Tak ada kejadian lucukah?
Anonymous
January 18, 2016 10:55 amiya kok tumben artikel garing…
Irvan
March 17, 2011 5:23 amLirik2 “Abo” ganteng barangkali? Hihihi
Cipu
March 17, 2011 8:22 amkadang kalo berpikir ke Darwin dari Melbourne, rasanya sayang. Mending mudik sekalian aja ke Indonesia hehehehe. Harga tiket dari Melbourne ke Darwin juga lumayan mahal.
Tapi sepertinya Darwin itu memang kota yang layak buat dikunjungi, katanya sih orang Aborigin lumayan banyak disana. Hmmmm nanti mending itinerary nya dari Bali saja :p
Nard4Reynard
March 17, 2011 9:11 ambuset di pantainya ada buaya… -_- ngecengnya jadi gak bisa di pantai ya…
ipungmbuh
March 17, 2011 9:53 amKalau di darwin ada semacam kampung orang aborigin, ngga Mba? semisal mau gaya-gayaan wisata budaya gitu. #halah
Asty
March 17, 2011 10:03 amBaru tau ada buaya di pantai, hehe..
funnie
March 17, 2011 10:42 amjaadi gak asyik kl ke pantai ada buayanya….hehehehe…
just-euphoria
March 17, 2011 12:32 pmjadi pengen coba daging buaya.. hehe 😀
rika
March 17, 2011 12:39 pmah iya aku pernah nyobain pizza buaya di Sydney, rasanya kayak ayam. Tapi cukup 1 slide pizza aja, ga bisa nambah karena ngebayangin bentuknya jadi mual haha. Jadi pengen ke Darwin juga kapan-kapan, dulu cuma transit aja pas mau ke Melbourne.
TUKANG CoLoNG
March 17, 2011 4:41 pmpengen kesana nih jadinya.. ;-q
Nisha
March 17, 2011 6:20 pmIya,di balikpapan jg ada penangkaran buaya..nama tempatnya tritip,ada yg jual sate buaya jg.Tp ga ada renang barengnya…seru tuh
Fency
March 18, 2011 4:58 amBuset serem banget pantainya ada buaya. Haha itu yg trinity order Capcay buaya dong 🙂
Rika
March 18, 2011 11:19 amAda yang jual sate buaya juga ga di sana 😀
Ria
March 18, 2011 2:37 pmPengen kesana karena “demografi penduduk Darwin memang sebagian besar anak muda” :p
amelia
March 18, 2011 4:00 pmsetuju ma irvan..kaya katalog Darwin! ;)) sory to say..spt bukan tulisan Ms T yang biasanya! Feelnya beda!
Lagi gak mood nulis yah mba?
dian madelina
March 18, 2011 7:11 pmsepertinya, rasa daging binatang yang gak umum dimakan, rasa nya sama, seperti ayam 🙂
helena
March 19, 2011 2:37 pmMbak Trinity ke Cage of Death-nya nggak? Kalo iya, upload fotonya dong mbak. Jadi kita bisa ngeliat seperti apa kolam buayanya hehehe.
Keep writing!
JHaZKiTaRo
March 20, 2011 12:24 pmrajin2, meh laa singgah blog hamba (Aku Sebutir Pasir) kalau nak baca pengalaman hamba travelling ke 45 buah negara.. 🙂
Nella
March 20, 2011 6:26 pmMba T. mana cerita seru spt biasanya ciri khas tulisannmu, misalnya dikejar2 buaya ga disana? heheheh 😀
Nando Tampubolon
March 20, 2011 8:43 pmwkwkwkw….maksudnya jangan ngebayangin buayanya apa nih ? *pikiran ngeres*
Wah mantep deh ah udh ke darwin segala. Tahun depan semoga bisa ke aussie jg ah..amin
irin
March 21, 2011 1:00 ammusim hujan (September-April) dan musim panas (Mei-Oktober)..
kok agak aneh ya ka?
jadi pas bulan september&oktober sebenernya musim apa?
gak jelas kayak di kita ya? hihi
laniati
March 22, 2011 8:25 amWaktu kecil,kami py peternakan buaya.Makan daging buaya sdh biasa buat kami,yg paling enak dibikin sate
toko online
March 23, 2011 2:24 pmWahhh hehe beneran gak ya rasanya daging buaya kayak ayam >.<
enno
March 24, 2011 10:50 amitu… itu…. capcay buaya ya mbak?
yuck!!! 😀
tapi tetep pengen kesana deh, meskipun ga pake acara makan daging buaya 😀
miksuper
March 24, 2011 7:10 pmIya mbak. saya juga lagi di Melboune beberapa bulan buat studi.. dan dapet kesempatan makan daging buaya, gratis.. hehe.. disini banyak banget free bbQ dan waktu itu mereka provide daging buaya dan kangguru. definitely, daging buaya better 🙂
Bobby
March 25, 2011 7:21 amMau ke aussie 🙂
Backpacking to Bandung
March 28, 2011 12:36 pmkok kayaknya masih berasa di Indonesia.
jangan2 yang masak orang Indonesia juga tuh 😀
Travelicious Lombok
March 28, 2011 10:03 pmBrrrrrr…
Udah kebayang duluan buayanya sebelum nyantap tuh kuliner buaya.
Alex Sanchez
March 28, 2011 10:48 pmWaahhhh, pengalaman yang asyik mbak. Saya akui deh, Air Asia mmg top markotop deh. Soalnya memang harga seat nya murah bangetzzz. Jd, ngeri baca nih postingan, soalnya masa buaya juga dimakan. Gimana yaa rasanya??? nyammnyammm
anno
March 29, 2011 10:43 pmdi Balikpapan juga ada sate buaya mbak hehehe
Angga Arisna
March 31, 2011 2:03 pmItu banyak buaya daratnya ga mbak?? mau ikut backpackeran dong..
As Ma
March 31, 2011 3:22 pmih,.,.,.mba.serem bgt.,.mungkin beda rasanya klo buaya laut sama buaya sungai yah..hihihihihih….
kanya
April 1, 2011 9:08 amihhhh… gw lg makan bubur ayam niiihhhh…..
fitness programs
April 4, 2011 8:28 pmYour blog does not display appropriately on my droid – you may wanna try and repair that.
tutibono
April 10, 2011 1:23 pmmbak Trinity
aku fans berat dirimu….next desember aku mau ke darwin..nyari harga promo….aku senang bc crt mbak ttg darwin…yg msh masih pengen tau ttg hotel disana…pengennya yg murah meriah krn aku ber6 dan selama 5 hari…tolong infonya ya mbak. Thanks a lot
jamirawan
April 14, 2011 1:02 pmHe he he,,, enak aja Darwin dibilang kaga ada apa apanya, ngakunya penjelajah hehe,,ke Darwin pas musim terang trus ke Kakadu lanjut ke Alice Springs ke Uluru, Oprah aja kagum. @jamirawan
Achu
April 14, 2011 5:27 pmKalau mau hidup tenang tampa hiruk pikuk kota besar, dng sedikit entertainments, ya Darwin tempat yg cocok.
tempat nya nyaman, tp klu pergi jgn pas musim panas,ga tahan dech panas-nya
salma wray
April 15, 2011 9:18 amwah seru dong makan daging buaya … gak mimpi buruk dikejar-kejar buaya mba TNT?
melky alias arif
April 18, 2011 6:11 pmwaoooooooowwwwww makin kerennnnnnnnnnn ke darwin u/ jln2 apalg tntang pngolahan makanx pasti enak2 lho………….
fonmex
April 22, 2011 9:24 pmwou…….memang asyik di Darwin, semua orang bekerja pake celana pendek, bahkan wanita yang membawa mobil bus juga pake celana pendek seperti olahragawan……kotanya juga asik bila untuk liburan……makananya juga asyik……pokoknya asyik deh….!!!!! Selamat untuk berencana ke Darwin.
usagi
September 18, 2011 3:37 pmkak, sekali2 buat dong post ttg tempat mencari makanan halal di negara lain, saya ingin traveling kemana-mana dan mencoba makanan lokal yg halal
furi
May 27, 2012 1:42 pmpantai berbuaya? wah wah…..
Leave a Reply