Ditipu atau pikun?

by Vinda L.S.*

Ada-ada saja cara orang nipu. Waktu saya ke Bangkok, saya sudah diwanti-wanti tentang penipuan yang beroperasi di sekitar Grand Palace. Mereka akan pura-pura ramah dan bertanya tujuan kita. Bila dijawab Grand Palace, mereka akan bilang tempat itu tutup, sore baru buka. Lalu mereka akan menawarkan untuk mengantar ke kuil lain yang sama bagus dengan tarif tuktuk yang murah. Tapi kenyataannya, Grand Palace tidak tutup dan mereka akan membawa kita ke toko kain atau perhiasan yang harganya mahal, baru kemudian mengantar ke kuil yang disebutnya. Benar saja, setiba di Grand Palace ada yang mendekati saya dengan pertanyaan yang sama. Saya jawab dengan gelengan kepala lalu kabur. Kok mereka nggak kapok-kapok menipu ya?

Yang nyebelin di Cina. Yang menipu pun tour guide-nya. Ceritanya saya sekeluarga mengikuti tur ke Hongkong Shenzhen. Setelah dari Hongkong, kami dilepas naik kereta sendiri ke Shenzhen dan akan dijemput oleh tour guide orang Cina. Saat ketemu guide-nya, saya yang sudah bernapsu ingin berbelanja bertanya letak mall di Shenzhen yang terkenal barang-barangnya murah. Dia menjawab (dalam bahasa Indonesia lho!), “Tempatnya jauh. Nggak bisa ke sana hari ini.” Padahal masih jam 3 sore. Dia mengatakan bisa mengantar kami besok, tapi harus bayar ekstra buat supir dan guide. Saya bertanya lagi apakah bisa kami naik taksi dari hotel dan memintanya menulis nama mall itu dalam bahasa Cina. Eh si guide ini nggak mau, katanya nanti supir taksinya menculik dan merampok kami. Akhirnya saya menyerah dan berpesan agar besok dia mengantar kami ke mall itu dengan bayaran extra. Besoknya setelah dari toko obat herbal dan perhiasan (ayah saya ditipu, ternyata cincin emas bermata giok yang dibelinya hanyalah sepuhan), kami buru-buru ke mall. Begitu mendekat, saya seperti mengalami déjà vu. Lho ini bukannya jalan yang kemaren kita lewat dari perbatasan? Ternyata benar, mall berada tepat di samping perbatasan Cina-Hongkong di Lowu! Wah, saya dongkol setengah mati. Tour guide saya itu bohong. Keterlaluan!

Di Spanyol modus operandi penipuan sedikit berbeda. Tour guide berpesan agar kita waspada terhadap orang Afrika dan gypsy (maaf, bukan bermaksud diskriminasi ras). Mereka pura-pura menawarkan barang/minta sumbangan, tapi gerombolannya sudah siap mencopet isi tas kita. Di Madrid saat ikut walking tour, di tengah jalan ada cowok yang ramah dan ikut rombongan kami. Dia mengaku dari Amerika dan sedang berlibur bersama temannya. Waktu kami berhenti untuk berfoto dia baik sekali menawarkan untuk memotret. Lama-lama kami sadar bahwa dia bukan anggota rombongan dan teman yang disebutnya itu tidak ada. Kami mulai waspada dan pegang tas kuat-kuat sambil menghindarinya dengan cara berjalan di samping guide. Ternyata benar, akhirnya dia pergi. Tapi cerita belum selesai, pas dekat Plaza Espana, banyak gypsy yang menawarkan lotre dan minta sumbangan, eh teman saya tiba-tiba sadar kalau resleting tasnya sudah setengah terbuka. Untung isinya masih utuh meski dia nggak merasa apa-apa. Yang apes di akhir tur ada cewek Australia rombongan kami yang menangis karena dompetnya hilang dicopet. Setelah lapor polisi, para gypsy di situ diinterogasi, tapi tentu tidak ketemu.

Lain lagi di Israel, tour leader-nya dari Indonesia sudah wanti-wanti bahwa copet di sana banyak, bahkan bisa bahasa Indonesia. Berbekal pengalaman sebelumnya, saya terus waspada. Saat di perbatasan Yordania mau masuk ke Israel, kami semua disuruh turun dari bus dan koper kami di-scan. Koper saya pun tak luput diobok-obok isinya (ternyata kawat bra saya terlihat mencurigakan di layar scanner!). Setelah selesai, satu per satu naik ke dalam bus. Lalu masuklah seorang anggota tur, opa separuh baya dari Manado yang terlihat panik. Rupanya dia kehilangan ribuan dollar di dalam tas. Dia curiga ada petugas yang ambil saat di-scan. Setelah investigasi ke kantor tadi, hasilnya nihil. Kata petugasnya tidak mungkin hilang diambil petugas karena ada security camera. Opa dan oma lalu saling menyalahkan, “Kok simpen uangnya sembarangan?”. Wah, suasana di bus langsung nggak enak. Tiba-tiba si oma teringat bahwa opa punya money belt (semacam tas pinggang tipis yang dipakai di dalam baju untuk menyimpan paspor dan uang). Dia pun meminta opa buka baju untuk cek jangan-jangan uangnya ada di situ. Ternyata benar! Rupanya si opa sudah pikun. Dia nggak berasa kalau sedang memakainya di badan, bahkan lupa kalau dia punya tas semacam itu. Seluruh anggota rombongan yang tadinya panik dan sedih, langsung tersenyum-senyum geli menahan tawa.

—–
* Vinda L.S., statusnya menikah dan tinggal di Jakarta. Ini tulisan keduanya setelah yang ini.