Thai Message

Jangan protes, bukan saya salah ketik atau salah eja, tapi memang begitulah plang yang sering salah tulis di Thailand, bahkan di negara kita sendiri untuk kata ‘massage’. Saya jadi perhatian terhadap tulisan di plang karena saya memang senang dipijat. Setiap pulang traveling atau ketika saya merasa akan jatuh sakit, pasti saya ke panti pijat di bilangan Wijaya. Dulu saya sering panggil tukang pijat ke rumah, si mbok ini sudah jadi langganan keluarga sejak saya SD. Sayangnya si mbok sudah meninggal beberapa tahun yang lalu (mungkin kehabisan tenaga memijat keluarga saya yang segede-gede Gaban), jadilah saya beralih ke panti pijat. Karena doyan dipijat, salah satu tujuan utama saya pergi ke Thailand adalah untuk merasakan Thai Massage yang terkenal itu. Konon sudah ada sejak 2.500 tahun yang lalu dan berasal dari India, pijatan a la Thailand ini dapat memperbaiki alur ‘prana’ atau energi vital dalam tubuh.

Kali pertama saya mencoba pijat Thailand sehabis saya gempor seharian scuba diving di pulau Phi Phi (lokasi film The Beach-nya Di Caprio). Banyak tempat pijat berjejer di sepanjang jalan, tapi modelnya seperti di etalase jadi orang bisa melihat aktivitas di dalam. Sengaja saya jalan ke ujung pulau untuk mencari tempat pijat yang ada di lantai 2 supaya tidak jadi tontonan. Pemijatnya seorang perempuan muda yang kecil dan manis. Melihat bule di sebelah saya menjerit kesakitan, saya jadi agak jiper juga. Tidak tahunya pijatannya biasa-biasa saja. Pijat Thailand ini pijat kering tanpa lotion atau minyak, jadi kita ditekan-tekan, dipuntir-puntir, ditekuk-tekuk, dan ‘dikretekin’. Tapi karena si mbak yang kurus ini kurang bertenaga untuk menarik saya sampai bunyi, rasanya malah nanggung.

Masih penasaran, kali ke dua saya coba pijat di Chiang Mai sehabis trekking ke desa para hill tribes. Tukang pijat saya lagi-lagi cewek cantik. Benar saja dugaan saya, pijatannya pun biasa-biasa saja. Dia kebanyakan ngerumpi dengan teman-temannya sambil mengunyah permen karet. Huh! Kembali ke Bangkok, saya berencana untuk pijat lagi karena seharusnya pijatan di ibu kota lebih mantap. Di Wat Pho, candi yang terkenal dengan patung reclining Budha-nya yang besar dan berlapis emas, ternyata merupakan pusat sekolah Thai Massage. Di sana kita bisa mendapatkan massage gratis dari pemuda-pemuda sana, tentunya orang harus tahu diri untuk memberikan sejumlah tip. Tapi saya melewatkan kesempatan itu karena saya tidak suka dipijat sambil duduk dan ditonton banyak orang.

Malam terakhir di Thailand saya bela-belain mencari panti pijat jam 11 malam di sekitar jalan Khaosan. Untung ada yang buka, namanya Pian’s, meski terletak di gang kecil. Saya pun dibawa ke lantai 2 di sebuah ruko. Ada 20-an kasur digelar di lantai, hampir semua penuh sama orang yang lagi dipijat dan memijat, campur laki-laki dan perempuan. Kamar yang sunyi ini bau dupa, lampunya sangat minim alias remang-remang, dan semua orang berbaring dengan mata merem-melek – suasana yang ‘mencekam’ ini bagaikan pesta opium di benak saya. Lalu datanglah mas-mas umur 20-an yang ternyata tukang pijat saya. Habis saya dipuntir-puntir sampai menimbulkan bunyi ‘krek’ yang sangat ‘crispy’. Saking hebohnya, saya sampai ditunggangi dalam arti sebenarnya oleh si tukang pijat! Memang lelaki pijatannya mantab (kali ini pakai huruf ‘b’), tidak seperti pemijat saya sebelumnya – si ayam-ayam itu. Hehe! Servis di sini juga OK, sehabis dipijat kita dikasih handuk panas, teh panas, dan camilan. Bisa jadi saya salah pilih panti pijat di Thailand, tapi dari cara dan efek pijatnya di 3 tempat itu, saya tetap lebih mencintai pijat tradisional Indonesia a la mbok-mbok.

Sialnya saat ini kata ‘pijat’ sering disalahartikan karena menjamurnya panti ‘pijat plus’, sampai-sampai para wanita untuk amannya harus pijat ke spa atau salon supaya tidak disangka macam-macam. Contohnya ketika saya diajak teman untuk pijat di Bandung dan Semarang. Masuklah kami ke bangunan besar dan bertingkat tapi remang-remang. Teman saya hanya terkekeh melihat saya yang curiga sementara teman-teman yang lelaki semua malah kegirangan. Benar saja, begitu masuk saya disodorkan album foto dan disuruh memilih cewek pemijat yang bernama modern: Mia, Lisa, Tia, Wanda, dan lain-lain. Lucunya, foto mbak-mbak ini niat dibuat di studio dengan memakai baju a la Cinderella (atau baju pengantin?) dan make-up yang tebal. Gayanya cuman dua, gaya jari telunjuk di pipi atau gaya pegang tanaman hias. Saya lalu bilang sama si reception, “Mbak, tolong carikan saya cewek yang paling tua dan paling jelek, tapi pijatannya paling keras.” Bukannya jahat, tapi saya percaya bahwa kecantikan tukang pijat itu berbanding terbalik dengan enaknya pijatan. Dan itu selalu terbukti.

7 Comments

  • MagicCleanerU
    June 24, 2009 6:49 pm
  • Denpasar Hotels Map
    October 5, 2009 2:12 pm

    Quote: “kecantikan tukang pijat itu berbanding terbalik dengan enaknya pijatan”. Setuju….. “Mode On”

  • Maniak pijat
    December 11, 2010 9:57 am

    Munafik loe

  • Anonymous
    March 3, 2015 6:34 am

    Ah masa cuma segitu ceritanya??

  • Anonymous
    July 15, 2015 12:50 pm

    mbak kalau mau pijat beneran di Bangkok coba deh Heatlh L and ada websitenya ….ok banget n murah. Ini engga remang2 in that sense dan service is very good. bukan promosi tapi pengalaman probadi saja jd setiap ke Bangkok pasti akan book disana cuman memang penuh sekali jadi harus book in advance dulu. kalau kaga bisa ngomong minta receptionist hotel bookingin aja.

  • Emaknya Benjamin br. Silaen
    April 29, 2018 11:44 am

    ketawa di palagraf terakhir haha. Saya juga klo ke tukang pijat, mintanya yg tangan pemijatnya keras dan bukan gaya cuma dielus-elus 😉 .

  • adhe
    May 1, 2018 6:46 pm

    Bener T…. gw setuju enak dipijat sama Mbok2 Pijat ala rumahan, dulu aku punya Mbok2 tukang pijat kalo dia mijat aku efek nya sampe aku ketiduran saking enaknya ?? kini beliau seh meninggal, gantinya emang ga seenak mbok yg dulu, tapi lumayan lah…. aku selalu sediakan minyak zaitun, minyak cengkeh dan minyak kayu putih semua di oplos jadi satu…. asliii makjleb rasanya. Minimal sebulan sekali mbok pijit datang kerumah. Bayar nya hanya 100 ribu rupiah selama 2 jam. Mantapps kan ??

Leave a Reply

Leave a Reply