Bicara soal traveling, saya merasa wajib bercerita mengenai si Kumbang. Gini-gini mobil Kijang warna coklat metalik ‘kelahiran’ tahun 1990 ini sudah pernah traveling Sumatra dan Jawa overland. Dia selalu setia menemani saya yang sibuk ke sana ke mari setiap hari, dan tentunya selalu super sibuk saat liburan. Dia juga pernah berjasa menyelamatkan saya dan teman-teman sekantor saat kerusuhan Jakarta. Pokoknya dia merupakan rumah ke dua bagi saya, apa yang ada di rumah ya ada di Kumbang, kecuali kompor dan kamar mandi. Saya beri nama Kumbang biar kesannya macho dan genit – seperti kata pepatah ‘bagaikan kumbang di antara kembang’. Tapi meskipun dia buruk rupa, platnya bernomor cantik 3 digit.
Namun entah mengapa si Kumbang senang mogok pada tempat yang salah dan waktu yang salah. Seringkali Kumbang disumpahserapahi teman-teman saya karena mogok di mall, di hotel berbintang, di gedung kawinan, di tempat dugem. Teman-teman yang sudah dress to kill memakai baju pesta dan hak tinggi terpaksa keluar dan berlari-lari mendorong Kumbang. Kalau saya sendirian juga begitu, si Kumbang yang ‘banci tampil’ senang mogok di tengah-tengah perempatan jalan, di atas jembatan, bahkan di pintu parkir yang penuh antrian mobil di belakangnya. Makanya saya selalu mentertawai iklan jual mobil yang mengatakan ‘ex wanita’ karena wanita don’t know shit about merawat dan memperbaiki mobil.
Anehnya, si Kumbang sepertinya punya nyawa. Ketika mesinnya terbatuk-batuk, saya harus merayunya, “Kumbang sayang, jangan nakal ya? Kumbang cakep deh!” Seketika itu juga jalannya lancar lagi. Sebaliknya, bila ada teman saya yang menghina si Kumbang, dia bisa tiba-tiba mogok! ‘Kepercayaan’ bahwa si Kumbang bernyawa membuat saya dan teman-teman selalu berbicara bahasa rahasia bila membicarakan keburukannya supaya dia tidak ‘mendengar’ karena dia bisa tiba-tiba ngambek. Tapi si Kumbang paling senang saat kami kencan Sabtu siang untuk mempercantik diri, saya ke salon dan dia ke bengkel. Sialnya, ongkos nyalon si Kumbang lebih mahal daripada salon majikannya.
Percaya tidak, Kumbang itu pencemburu. Pernah dashboard-nya si Kumbang dicolong orang. Saya yang sibuk belum sempat menggantinya sehingga harus ‘tebak-tebak buah manggis’ untuk mengisi bensin. Puncaknya, suatu malam sehabis kencan pertama kali, saya diantar ke mobil oleh teman kencan saya dan terlihatlah bolongan si Kumbang mulai dari setir sampai ke kolong kaki. Dia pun berkomentar, “Wah, kenapa nggak cepet-cepet diganti sih? Bahaya lho kalau kehabisan bensin karena nggak ada indikatornya.”
“Duh, mana sempat. Tapi tenang aja, saya kan jago matematika, jadi bisa memperkirakan jarak tempuh dan kebutuhan bensin dengan tepat,” jawab saya yang gengsian.
“Hebat kamu!”, pujinya yang membuat saya tersipu malu. Cieee!
Baru saja 500 meter berpisah, tiba-tiba si Kumbang berhenti ti ti ti. Mampus, bensinnya habis! Saya sendirian, di atas jembatan Casablanca pula. Terpaksalah saya menelepon dia meminta tolong untuk dibelikan bensin.
“Kamu ternyata nggak pintar matematik ya?”, katanya menyindir. Duh, malunya…
Si Kumbang juga sangat mencintai kelakuan Dono Warkop. Suatu hari lagi asyiknya mengendarai Kumbang di daerah Karawaci, tiba-tiba di perempatan jalan saya melihat ada ban mobil menggelinding cepat ke depan menyusul kami. Saya tertawa sambil berpikir, “Gila, ada ban jalan sendiri. Ngebut lagi!” Dan beberapa detik kemudian…GUBRAAAK! Kumbang pun kandas, badannya jatuh ke kiri sampai posisi duduk saya naik ke atas. Hah, ternyata ban mobil tadi adalah ban Kumbang yang lepas! Saya langsung turun mengejar si ban yang terus menggelinding… dan akhirnya ban tersebut nyebur ke sungai! Saya pun membayar seorang anak kecil yang sedang memancing untuk berenang mengambil ban si Kumbang. Dengan menenteng ban, saya kembali ke mobil sialan ini untuk menggantinya. Tapi ternyata ban serepnya pun kempes!
Saking ngetopnya si Kumbang, saya gampang dikenali. Ada saja yang mengklakson di tengah jalan dan mendadah-dadahi. Begitu ganti orang yang menyupir, ada saja teman yang menanyakan ‘Kumbang dibawa siapa kemarin?’. Bisa juga menimbulkan gosip kalau ketahuan saya sedang bersama seorang lelaki yang tidak familiar. Bahkan kalau dia parkir, saya sering mendapat surat yang diselipkan di wiper dari teman yang menanyakan kabar. Kalau saya bertemu teman lama, kalimat kedua setelah menanyakan kabar saya adalah menanyakan kabar si Kumbang. Sebalnya, saya sering mendapat undangan pernikahan yang ditujukan kepada ‘Trinity dan Kumbang’. Ya, kami memang bagaikan pantat dan kentut – saling mencinta dan membenci pada saat yang sama.
Catatan: Karena uang ‘jajan’ si Kumbang yang semakin banyak, tahun lalu dengan berat hati akhirnya saya jual. Hiks.
9 Comments
yoan
April 21, 2011 10:19 amwhahahahaahha….. lucu banget postingannya….
sayang baca’a di kantor, kalok di rumah, bisa ngakak abis neehhh, hehehehhe……….
nunun djakfar
October 5, 2011 2:24 pmsama….mbak…mobilku juga punya ‘nyawa’..aq namain dia CINDO artinya cantik dalam bhs palembang krn dia mobil brand new pertamaku..
win wince
January 27, 2013 3:31 pmHehehe…hiks. Dari ketawa ngakak jd sedih di endingnya. Kira2 jd milik sapa ya si Kumbang skrg?
Marthajatmiko
March 14, 2013 7:12 amKetawa sendiri Baca posting ini. .. sambil ngebayangin ban gelinding lepas, diketawain tauny punya sendiri.
sherly
July 25, 2013 10:09 amsama.., saya seumur2 baca blog baru kali ini bisa ngakak.com :)thanks to kumbang
papusia
May 26, 2014 2:03 amhahahaha. menghibur banget ceritaya. pas kalau yang baca lagi galau.
mampir yah http://papusia.com
adhe
March 6, 2018 3:35 pmKumbang…. aku sudah baca dibuku serial the Naked Traveler, kesayangan keluarga mba T, sedih ya akhirnya dijual. ?
Leave a Reply