‘Dipalak’ di Tabung Kaca Berasap

Saya ingat sekitar sepuluh tahun yang lalu, merokok di dalam pesawat dengan rute panjang masih diperbolehkan. Waktu itu saya terbang dari Jakarta ke Amsterdam dan memang disediakan tempat duduk khusus perokok di bagian ekor pesawat. Tidak tahu sejak kapan keluarlah peraturan terbaru yang tidak memperbolehkan merokok di pesawat apapun dan kemanapun. Mau tak mau saya menyetujuinya juga, mengingat alasan keselamatan adalah jauh lebih penting. Malah sekarang saya berpikir, “kok dulu boleh ya merokok di dalam pesawat?”.

Setelah pesawat mendarat, apalagi setelah terbang berjam-jam, hal pertama yang saya selalu cari adalah tulisan ‘smoking room’. Saya yakin seluruh perokok di mana pun di seluruh dunia akan menyatakan hal yang sama (saat menulis ini saja membuat saya jadi pengen merokok). Begitu memasuki anjungan airport, signage dengan gambar rokok inilah yang paling utama dicari bagi para perokok, bagaikan magnet kita terbius dan mengikuti ke mana arah signage tersebut bermuara. Kalau tak sabar, langsung aja tanya ke petugas informasi. Pertanyaan ”where’s the closest smoking room here?” dalam bahasa apa pun saya sampai tahu saking bela-belainnya. Hehe, saya ngaku ini sih exagerated.

Anyway, smoking room yang dicari-cari ini sebenarnya hanyalah berbentuk tabung kaca. Tapi dapat mengundang orang dengan mata berbinar-binar dan langkah kaki cepat untuk masuk ke dalamnya. Lalu beberapa lama kemudian keluar dengan raut muka yang lebih relaks. Ajaib kan?

Dengan kecilnya ruangan tersebut sementara yang ngebul banyak banget, yang terlihat dari luar yah seperti tabung kaca berasap. Kita bisa lihat tabung kaca ini berisi orang-orang yang asik memicingkan mata sambil menghisap rokoknya dalam-dalam lalu asapnya disembur ke luar lewat mulut sehingga wajahnya tidak terlihat karena tertutup asap. Begitu seterusnya.

Bagi para pengguna lensa kontak, inilah saatnya meneteskan obat tetes mata saking sepetnya ruangan itu. Sialnya para perokok memang dianggap makhluk yang tidak berguna, ruangan merokok ini terletak jauh dari mana-mana. Maka tak heran ruangan merokok di airport adalah ruangan favorit pengunjung, padahal baunya sangat tengik. Kalau setiap 4 gate ada 1 ruangan merokok saja sudah bagus. Kadang di dalam airport besar hanya punya 1 atau 2 ruangan merokok, itupun susah ditemukan, seperti di airport Sydney atau Tokyo. Sedangkan di airport Los Angeles atau Kuala Lumpur, pilihannya adalah pergi ke luar dari airport dan merokok di area antrian taksi.

Ada juga airport yang ‘curang’ seperti di airport Christchurch (New Zealand). Waktu itu saya lagi sakau pengen banget merokok, setelah cari smoking room tidak ketemu, saya tanya petugas informasi. Dia menunjuk ke suatu arah dan setelah saya mengikutinya ternyata bukanlah smoking room melainkan sebuah bar. Saya lalu disapa waiter-nya, “If you drink beer here, you can smoke here, Ma’am!” Sialan, pinter banget cara marketingnya!

Well, biar bagaimanapun airport internasional Bangkok menurut saya adalah salah satu airport yang paling smoker friendly. Setiap 1 gate mempunyai 1 ruangan merokok. Horee!

Sekedar tips dari saya: kalau Anda berada di airport di negara barat, berhati-hatilah bagi yang merokok kretek. Baunya yang menyengat itu sering disangka ganja atau hasis. Inilah yang membuat saya sering dipelototin orang. Seperti yang sudah-sudah, pasti ada bule di situ yang akan bertanya saya merokok apa, atau bahkan ada yang (nekat) minta. Pokoknya kalau ada pilihan, lebih baik pergi ke ruangan merokok outdoor deh – aman bagi mata dan hidung, juga hemat karena tidak ada yang malak.

1 Comment

  • Jemy Bali
    June 8, 2011 7:45 pm

    Ternyata nggak hanya orang Indonesia saja yg menggemari “rokok kretek”… Bule pun suka juga.. Nice posting Mbak T..Lucu sangat baca cerita diatas..!!

Leave a Reply

Leave a Reply