Search:

Thoughts

Salah satu sumber dana jalan-jalan

Coba deh inget-inget apakah perusahaan tempat kamu bekerja memotong gajimu untuk Jamsostek atau Dana Pensiun. Nah, kalau sudah keluar dari pekerjaan, bisa tuh dana dicairkan. Lumayan untuk ditabung di bank (daripada didiemin di Jamsostek dengan bunga kecil), untuk belanja, atau… untuk modal jalan-jalan! Untuk klaim JHT Jamsostek syaratnya gampang: kepesertaan minimal 5 tahun dan sudah keluar dari kantor minimal 1 bulan,…

continue reading

Anthology Posts

Ketemu Banyak “Dewa Penolong” di Ko Samui

by Mayawati Nurhalim*

Ko Nan Yuang yang cantik nian
Ko Nang Yuan yang cantik

Nyasar di negeri orang, di daerah yang sama sekali asing, menjelang malam hari pula, pasti bukan hal yang diharapkan oleh siapa pun. Tapi itulah yang kami alami di Maenam, Ko Samui, Thailand, Desember 2007. Kami diturunkan oleh supir songthaew (angkot) di depan salah satu jalan kecil, yang katanya menuju Coco House Samui, guest house yang sudah kami buking. Dengan yakinnya kami pun menyusuri jalan gelap tak beraspal itu. Cari-mencari, nah lho bingung, mana Coco House-nya ya? Peta yang saya download sama sekali nggak jelas. Duuuh, mana perut udah keruyukan karena tadi siang dalam perjalanan panjang dengan bus plus ferry dari Krabi kami cuma ngemil. Karena melihat tampang bingung kami, seorang lelaki muda yang lagi nongkrong di depan rumahnya menghampiri. Langsung saya tanya sambil menunjukkan peta. Ternyata dia mengernyitkan dahi. Sama bingungnya! Lalu dia memanggil temannya. Hasilnya sama, tidak tahu juga. Alamak, begini nih kalau buking guest house murah antah berantah. Karena tak yakin di mana letak penginapan kami, mereka pun memutuskan mengantar kami dengan motor. Akhirnya dalam waktu singkat, ketemu juga tuh penginapan. Rupanya nama penginapan itu Pinky House, bukan Coco House. Pantas saja!

continue reading

Anthology Posts

Hemat Pangkal Repot

by Vinda L.S.*

Saya dengan rok putih di Athena :)
Saya dengan rok putih di Athena 🙂

Saya pikir di negara maju macam Eropa itu toilet umumnya gratis, eh ternyata bayar dan mahal pula. Meskipun bayarnya ‘hanya’ berupa sebuah koin 1 Euro, tapi kalau dikurskan sama dengan Rp 16.000,-. Gila, buang air aja harganya sama dengan makan kenyang di Indonesia!  Karena saya pikir gratis sehingga tidak siap dengan uang receh, sering kejadian saya jadi bolak-balik cari duit koin untuk ke toilet. Di Luxembourg, saya terpaksa harus berlari kembali ke bis untuk mengambil uang 50 sen sambil terseok-seok menahan pipis. Beberapa tahun kemudian di Stasiun KA Frankfurt Main Hbf , saya terpaksa berlari-lari meminjam 70 sen koin temen saya yang ada di luar. Di Roma Termini, toiletnya pakai sistem seperti gerbang di subway, masukkan koin dan gerbangnya terbuka. Saya sudah siap dengan 75 sen, ternyata masih kurang karena harganya 1 Euro, terpaksa ke luar lagi deh cari tambahan koin.

continue reading

Anthology Posts

Air oh Air!

by Maria Wardhani*

Sebelum berangkat ke Los Angeles, aku sibuk menyiapkan beragam bekal makanan, mulai dari abon, saos sambal, hingga mie instan, saking takutnya lidahku tidak cocok dengan makanan Amerika. Ternyata temanku, Ananta, seorang asisten desainer kebaya kenamaan yang sudah berulang kali ke luar negeri malah tidak kalah heboh bawaannya. Dia bawa rice cooker, beras, rendang, sampai wajan, dan ikan asin. Katanya, walaupun sudah berulang kali ke luar negeri, perutnya tetap asli Indonesia yang baru merasa kenyang kalau sudah terisi nasi. Hebatnya lagi, semua perbekalan kami lolos dari pengamanan Bandara LAX yang super ketat. Singkat cerita, betapa bahagianya kami melihat kamar hotel yang fasilitasnya lengkap untuk menikmati perbekalan. Ada kopi instan, teh celup, lemari es, hingga microwave. Setelah terbang selama 22 jam, langsung terbayang mau menyeruput teh panas sambil menikmati mie instan berkuah pedas. Teh sudah ada, mie instan ada, saos sambal ada, microvawe pun ada, hanya kurang satu: air.

continue reading

Anthology Posts

Sampah Liburan

by Wendy*

sampah_tiketSampah seharusnya dibuang di tempat sampah, tapi kadang-kadang sampah malah menarik untuk disimpan. Alasannya mungkin berbeda-beda; salah satunya adalah sampah bisa memiliki potensi mengembalikan kenangan menarik. Ibarat kunci, sampah tertentu bisa membuka laci memori di otak dan memanggil kembali kenangan yang lama tersimpan, terutama kenangan liburan yang selalu menyenangkan. Begitulah, setiap liburan, saya paling rajin mengumpulkan sampah. Sukses-tidaknya sebuah liburan pun bisa dihitung dari jumlah sampah yang dikumpulkan dan ditempelkan di dalam buku harian saya. Pulang-pulang pasti jadi makin tebal dengan tempelan berbagai sampah, seperti tiket kereta, bon restoran, atau bungkus permen karet. Saya pun dengan mudahnya mengingat kejadian-kejadian apa di balik secarik sampah tersebut. Rasanya lebih emosional daripada melihat foto-foto.

continue reading