by Ellen Eliawaty*
Karena digoda iklan pariwisata yang hampir setiap hari muncul di koran, kami pun berketetapan hati untuk berangkat ke Hongkong dan Macau pada akhir Desember 2009 lalu. Dalam pesawat Garuda yang membawa kami dari Jakarta, semua kursi penuh-nuh-nuh, tidak ada satu pun yang kosong. Hebatnya, hanya kurang dari 10 orang saja yang bukan orang Indonesia. Nyaris semua orang Indonesia, orang kita, alias Wong Kito Galo (“orang kita semua” dalam bahasa Palembang). Dalam hati saya bergumam sendiri, ternyata bukan kami saja yang termakan iklan, banyak juga yang lain. Tak terasa penerbangan sekitar 5 jam kami lalui dengan aman dan sentosa serta bahagia. Terutama bagi saya pribadi karena merasa rotinya kali ini enak sekali, lebih lembut dan harum – satu awal yang baik bagi Garuda yang katanya sedang berbenah diri.
Sesampainya di Bandara Hongkong, seru sekali melihat orang-orang yang begitu bersemangat mempersiapkan diri dengan jaket tebal, bahkan topi dan sarung tangan wol, bagaikan hendak berseluncur di pegunungan Alpen, padahal kami semua masih berada di dalam gedung bandara. Terlihatlah bendera-bendera biro perjalanan yang selama ini memasang iklan di koran menghiasi langit-langit Bandara. Rupanya saat ini mereka sedang panen. Saya yang semula santai jadi ikut-ikutan bersemangat. Ciaaa…youu…! (artinya “bersemangat “dalam bahasa Mandarin, walaupun secara harafiah berarti “tambah minyak”).