Saya sering mendengar fellow travelers yang menilai suatu tempat/destinasi bukan berdasarkan bagus atau tidak, tapi touristy atau non-touristy. Kadang disebut destinasi mainstream dan anti-mainstream. Tak jarang saya bertemu traveler yang dengan sombongnya mengatakan hanya akan ke tempat non-touristy atau anti-mainstream.
Touristy menurut kamus Miriam Webster artinya attracting or appealing to tourists. Artinya tempat-tempat yang menarik bagi turis. Catat, bagi turis. Bagi saya, saat kita semua traveling pas liburan adalah turis. Perginya ya ke tempat touristy. Namun istilah tempat touristy itu sering salah kaprah penggunaannya.
Sampai sekarang saat talkshow saya masih ditanya, “Kenapa sih Mbak Trinity perginya hanya ke tempat-tempat touristy? Kenapa nggak ke daerah konflik?” Dan jawaban saya selalu, “Ih, males! Nggak ada mal!” Lalu ada juga yang membandingkan saya dengan travel writer lainnya yang dibilang keren karena traveling-nya ke daerah perang. Saya pun menjawab, “Saya bukan jurnalis atau fotografer yang bekerja di daerah perang. Saya kan hedonis! Ngapain bayar mahal-mahal, pergi susah-susah, terus nyawa kita terancam dan malah nggak enjoy?”
Ada juga yang bilang bahwa saya perginya ke tempat-tempat non-touristy seperti negara Tanzania atau Guatemala. Tapi pendapat itu adalah menurut pandangan orang Indonesia kebanyakan. Saya sih tetap ke tempat-tempat touristy di Serengeti (taman nasional di Tanzania) dan Tikal (situs arkeologi di Guatemala). Hanya karena kedua negara tersebut kesannya jauh dan asing aja bagi orang Indonesia, maka dicap non-touristy.

Tikal, Guatemala
Lagipula, bagi saya yang sering traveling, tidak bisa disalahkan kalau saya perginya ke destinasi yang makin jauh dan makin aneh – bukan hanya di Singapura, Malaysia, Thailand lagi. Bukannya sombong, tapi itu lah faktanya. Kalian juga makin lama traveling-nya makin jauh kan? Apalagi saya sebagai travel writer harus selalu cari bahan tulisan yang menarik, salah satunya dengan cara pergi ke tempat “aneh”. Kalau pun ke destinasi yang “biasa”, berarti saya harus cari angle lain.
Sebenarnya tidak semua tempat non-touristy itu selalu bagus dan nyaman. Saya punya contoh perjalanan yang bagus sebagai analoginya. Di Jamaika yang pariwisata adalah penghasilan utama negara tersebut, di mana-mana penuh turis. Di Kingston, Negril, Montego Bay semua sama ramainya. Jarang sekali menemukan spot yang sepi tanpa gangguan tukang jualan. Maka saya pun pindah jauh-jauh ke Treasure Beach. Eh ternyata sepi banget! Saking sepinya, nyari makan susah, belanja susah, ke mana-mana susah karena tidak ada transportasi publik. Sementara di tempat touristy, fasilitas serba ada sehingga mau ngapa-ngapain pun mudah dan sering lebih murah. Jadi tempat touristy itu memang cocok bagi turis karena fasilitas sudah terbangun sedemikian rupa yang memudahkan para turis.
Ada juga istilah “touristy banget”, yang artinya kira-kira “rame banget”, seperti Menara Eiffel dan Pantai Kuta Bali. Itu pun gimana kita mau menghindarinya? Masa jauh-jauh ke Paris nggak ke Menara Eiffel? Saya aja sudah tiga kali ke Paris, tetap ke Eiffel untuk foto-foto. Sedangkan dalam kasus Pantai Kuta Bali memang bisa dihindari, tapi itu pun bagi kita yang sudah sering ke Bali. Bagi turis yang baru pertama kali ke Bali, masa nggak ke Kuta? Apalagi turis asing.
Saya jadi ingat di Bali pernah jadi host bagi sahabat saya orang Filipina, Alda. Hampir seminggu saya mengajak dia berwisata ke tempat-tempat keren dan cukup aneh. Hari terakhir saya mengajak dia ke Pantai Kuta untuk menikmati sunset. Suasana luar biasanya ramainya. Rombongan turis lokal berseragam foto-foto, bule-bule pada cipokan, anak-anak kecil main bola, dan sebagainya. Di belakang kami masih ada pula cowok-cowok lokal yang menggoda dengan sangat cheesy-nya ke cewek-cewek bule. Saya cukup kesal karena ramainya, tapi saya diam saja. Besoknya saat mengantar Alda balik ke bandara, saya tanya, “Jadi dari semua tempat di Bali, yang mana favorit kamu?” Jawab Alda, “Pantai Kuta!” Nah kan?

Kuta Beach, Bali
Well, saya sih tetap senang ke tempat touristy maupun non-touristy. Keduanya punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Jadi tak usahlah sombong mengklaim traveling hanya ke tempat non-touristy, anti-mainstream, off beaten path, road less traveled, dan sebagainya. Apalagi sejak adanya media sosial di mana orang traveling untuk memenuhi feed-nya agar bisa berfoto di tempat yang sama. Saya aja ragu, mana ada tempat yang tidak pernah didatangi orang sebelumnya? Jadi yang penting, traveling aja dulu!
Setuju banget mbak! Traveling itu ke mana saja, yang penting kita enjoy dan bisa belajar dari destinasi tersebut ?. Saya pernah ketemu sama beberapa traveler yang ngaku anti mainstream dan anti tempat “touristy” , sampai pas ke Jogja ga mau ke Borobudur dan Prambanan ?.
Hai kak! Paket Singapore Budget bisa di cek di: http://www.instagram.com/leman.ransel terimakasih
Yup. Aku pun lama-lama nggak mentingin lagi touristy/nggak, yang lebih penting adalah kita suka dan nikmati tempatnya apa nggak. Kemaren baru dari Bussorah Street di dekat Haji Lane, SG, ramenyaaa minta ampun. Tapi ya gimana.. emang enak sih duduk-duduk di kafe situ sore hari.. Tempatnya cakep, people-watching juga seru. Tapi aku akui, kadang-kadang asik juga mengimbangi dengan tempat-tempat yang gak terlalu rame. Dan setuju juga, kalo kita kudu sering nulis tentang travel, mau gak mau mesti cari tempat-tempat yang gak begitu umum, yang kadang emang berarti makin jauh..
Traveler macam apa itu.
Traveler.
Setuju~ intinya kan yang penting kita enjoy. Mau ke tempat ‘touristy’ atau gak, suka-suka kita dong, kan kita yang jalan-jalan :p
Dan buat yang suka sombong karena ke tempat anti-mainstream, saya juga gak ngerti sih apa yang bisa disombongin… hahaha
Setuju banget sama yang ini mbak : Jadi yang penting, traveling aja dulu! 😀
Eh iya yaa.. Nggak ada salahnya kan kita ke tempat yang masih touristy. Asalkan bisa tetap enjoy dan nikmati suasana.. So, traveling aja dulu.
Betul banget kak, traveling itu yang penting enjoy. Tidak masalah touristy atau nga.
Seperti alasan teman saya yang dari Medan main ke Jogja. Mereka tidak muluk-muluk pengen mengunjungi sepanjang pantai di Gunungkidul, tapi mereka lebih antusias ketika diajak ke Malioboro, Pantai Parangtritis, Borobudur (jateng) atau Prambanan.
Mungkin benar, tempat yang sudah dikenal bagis sebagian orang dianggap maintream, tapi tidak bagi orang yang baru menginjakkan kaki di tempat tersebut. Destinasi-destinasi seperti itulah yang akan pertama kali dikunjungi.
Setuju mbak Trinity, yang penting bukan touristy atau non-touristynya, tujuan mana aja bagus, travel aja dulu, yang penting bisa enjoy.
Setuju mbak, semua balik lagi keorangnya ya suka nya yang mana.. kalau saya yang penting enjoy aja 🙂
menarik juga mengenai pantai Kuta bagi orang lain itu bener2 bagus tapi bagi saya ya standar mending ke pantai lain di Bali.. tapi balik lagi tergantung tingkat kseringan dan kesukaan orang berbeda 🙂 Salam kenal ya Mba Trinity
omg my idol u are in here xD
Aww Gita kamu bikin aku GR deh dibilang my Idol :* Yes, yes I’m here 🙂
yaa gimana ya? ada saatnya suka pergi ke tempat yang sepi, tapi ada saatnya juga nikmatin saat2 bisa ngupi2 atau ngeteh cantik di tempat yang fancy (biasanya pas hari terakhir liburan, suka ngelebihin budget buat hang out cantik gitu
Yang penting enjoy the journey 🙂
can’t agree more! kadang ga ngerti kenapa sih travelling jadi dipilah pilah gitu. Touristy, anti mainstream bla bla bla. Pembuktian apa sih? Nurut aku snob lah kalo judge orang lain kayak gitu. Ga ada yang bener dan salah dalam travelling. Semua orang pasti punya style sendiri2 kan. Daripada pusing mending cusss aja lah, hihihi :p
My travelogue: http://www.debbzie.com
keren blognya sebagai travel blogger tulisannya renyah dibaca blog mba
Tempat touristy ataupun non-touristy, yang penting lokasinya enak dan nyamanin aja udah cukup kok 😀
Setuju. Karena setiap tempat touristy atau non-touristy yang terpenting menikmati keindahan tempat wisatanya yang kita kunjungi otomatis dapat kebahagiaan tersendiri
setuju mba yang penting traveling dulu .
Kebebasan bagi seorang Traveler sejati..
semua destinaty itu menawan, karena ini planet Bumi..
setuju mbak..yg penting jalan aja dulu,yg penting bisa menikmati..
Bener banget. Saya suka mengunjungi tempat mana saja. Sehingga kita tahu mana tempat yang benar-benar indah, mana yang biasa aja, mana yang buruk. Tapi traveling bukan tentang itu aja kan?!
penting dulin sek yo mbak T
ga penting jalan jalan kemana, yang paling penting sama siapa #eaaaaa
aku traveling justru karena influence touristy beserta dengan itinerary dari yang sering aku baca, termasuk cara dan sampe ketempat tujuan beserta dengan ada apanya yang akan di tuju… so far enjoy deh.. yang gak tau jadinya tau.. hehehe
jalan sama pacar pasti seruu….
yang terpenting travelling itu dinikmati buat kepuasan batin 😀
Kita kan travelling masa ke tempat yang itu-itu saja. Saya tinggal di Bali. Banyak orang memang berulang kali travelling ke Bali. Meskipun kalo dilihat “Bali”-nya kesannya itu lagi itu lagi, Bali lagi Bali lagi, tapi setelah disini ya mereka juga nyari yang aneh. First timers mungkin ya mainstream, Kuta, Tanah Lot, dll. Tapi kunjungan kedua, ketiga, dst. ya nyari yang semakin aneh.
Bener mba, mau travel ke manapun mau travel ke tempat yang sama lagi mesti juga ada momen yang beda dan dapat pengalamannya juga ga sama . Jadi kemanapun travel yang penting happy . :v pengen yang ga mainstream mangnya pengen kaya film Cast Away kali ya terdampar gitu, ntar stress malah ngomong sama pohon
yang penting jalan2 nikmatin keindahan alam walaupun touristy atau non touristy. travelling tetap happy 😀
Meskipun saya selalu berkata nggak mau ke tempat yang touristy, tapi pada akhirnya kita memang end up ke tempat yang begitu. Kenapa?Alasannya sama kayak mbak Trinity, “Masa udah jauh-jauh, mahal-mahal cuma mau cari resiko?!”
Untuk pergi ke tempat yang belum biasa dikunjungi turis lain, sepertinya ragu ya. Yang paling dikhawatirkan adalah keamanan dan kelengkapan fasilitas.
saya sih liburan ke kali aja udah seneng, yang penting kita enjoy aja
Lah aslinya jadi turis sesekali juga nggak ada salahnya loh~ 😀
Duh, Kalo jalan jalan untuk nganter nyawa musti mikir 100x lah. Emang sih nyawa bisa diambil kapan aja dimana aja sama yang punya. Cuma Kalo ketempat kek gitu yang sudah jelas gitu sama kek nganterin nyawa gitu deh. Seperti udah tau di depan ada perampok eh, masih lewat juga. Kalo selamat syukur. Jalan jalan itu ya, jalan#hehehe Yang penting happy, mata, hati dan dompet juga senang.
Setuju.
Menginspirasi sekali.
Kemana pun tujuan traveling kita mau touristy atau non touristy, yang penting kita bisa menikmati perjalanan sekaligus bisa mengambil hikmah dari perjalanan itu sendiri.
Yang penting traveling aja sekarang . Traveling terus 😀
hahahaa
Bener juga sih ya
kalau buat saya, kemana saja tujuan tempatnya yang penting kita enjoy dan bisa traveling 🙂
Habis nonton film the nekat Treveler,saya jadi sadar bahwa kepentingan diri sendiri tak kan berarti tampa ada nya sosok yang membantu kita untuk mewujud kan impian,yeayyy!dari sini juga saya pengen banget nulis tentang diri saya but…. Samua terasa tak mungkin untuk saya,saya merasa saya ini siapa yang gak tau apa apa udah mau nulis,lulus smp aja belum,tapi semua itu mungkin terjadi kalau kita memiliki tekat dan niat yang kuat sekuat baja
yang penting jalan-jalan aja wkwkwk
Dapet pencerahan lagihhhh.. makin semangat buat traveling..
Hai kak! Paket Singapore Budget bisa di cek di: http://www.instagram.com/leman.ransel terimakasih
Kalo aku yg aku pikirin sih budget kalo bs sih yg low budget bgd maklum backpacker hehehe
kalo aku yang penting enjoy, mau kemana aja, dan jangan lupa kuliner selalu menjadi tujuan aku menuju ke suatu tempat,
iya gan memang benar, kuliner itu menjadi satu faktor kita ke suatu tempat. bukan hanya keindahan alam ataupun objek wisata
Show us your bucketlist! real one
fotoin gitu 🙂
well said….. aku setuju semua dah komentarnya
Ohh gitu ya mbak. sedikit membuka pandangan baru, ane mah masih calon traveler
artikel nya sangat menginspirasi sekali
cara berbeda untuk mengexplore, baik tempat mainstream dan anti-mainstream.. thanks for ur sharing 😉
Liburan ke pantai jadi solusi kepenatan saya 🙂
Buatku sih, yang penting perjalanannya, bukan ke lokasi yang disebut-sebut sebagai tourisity atau non tourisity. Selama kita enjoy, kenapa tidak? ^^