Titip-menitip vs oleh-oleh

by Ms. Complaint

Kalau lagi traveling yang menjadi beban bukannya baju winter atau koper, tapi titipan dan oleh-oleh. Para sahabat sudah maklum kalau saya adalah light traveler, jadi kalau ingin menitip harus tahu ukuran dan berat. Secara, kalau bepergian saya hanya membawa satu koper kabin yang berisi laptop, gadget dan barang ogah hilang lainnya seperti alat makeup, beberapa pakaian cadangan dan celana dalam kertas sekali pakai buang, plus satu checked-in koper berukuran medium yang cukup buat beberapa baju, sepatu, peralatan mandi, dengan ruang kecil tersisa buat oleh-oleh teman yang akan dikunjungi. Jarang koper saya beranak, kalau terpaksa barulah saya keluarkan tas lipatan Longchamp andalan, praktis, tipis dan manis buat tentengan darurat. Sudah kapok overweight, titipan tidak seberapa dibandingkan harga kelebihan bagasi. Kelebihan bagasi di luar negeri bisa sampai US$125 per koper dan domestik Rp.100.000 per kilogram.

Saya pernah dititipin gitar, sepeda dan bola bowling, kontan saya protes, katanya sih bercanda, tapi saya yakin mereka serius. Titipan baju, kebaya dan batik sudah sering, tiga pasang sepatu pernah, tas pesta dan coklat apalagi, sampai makanan basah juga kering bolak balik menjadi titipan langganan. Malah pernah, saya dititipkan sekoper penuh barang titipan, untungnya biaya dan jemputan ditanggung beres. Paling deg-degan waktu membawa cincin kawin berlian 2 karat titipan teman dari Belgia, karena takut hilang saya pakai saja cincin ber-style Tiffanny itu, sekalian gaya.

Saya pernah malu jadi tontonan orang sebandara, saat memindahkan isi koper ke koper lain agar beratnya seimbang, supaya lolos timbangan, tiba-tiba kotak titipan teman loncat keluar koper dan dengan jelas terbacalah tulisan berhuruf tebal itu: Rammstein dildo box set lengkap dengan gambarnya! Anj**t!

Pernah juga berbaik hati menerima titipan barang pecah belah dan makanan mudah hancur. Mau tidak mau harus hand carry agar titipan selamat sampai ke alamat. Yang ada, pundak miring sebelah, tangan bengkak keberatan barang titipan. Sekali pernah meninggalkan titipan teman di toilet bandara karena tidak kuat dengan bau menyengat makanan aneh entah apa. Sejak itu, saya kapok menerima titipan lagi.

Hati-hati dengan orang yang bilang: “nitip beliin dong, nanti gue ganti disini”. Alih-alih berterima kasih, barang beda warna atau diluar budget sedikit saja, bisa-bisa uang tidak kembali. Biar aman, sebaiknya minta teman untuk membeli langsung barang yang diinginkan sesuai selera melalui website online shopping dan mengirimkan paket tersebut ke alamat penginapan kita. Praktis, tidak merepotkan, tinggal masukkan ke koper, bawa pulang deh tanpa hitungan hutang piutang.

Saran titip-menitip agar orang lain tidak keberatan dan terbebani: pilih barang berkategori penting seperti obat-obatan [jangan lupa resep dari dokter jika diperlukan, kasihan otang yang bawa nanti diinterogasi petugas screening dikira pengedar], kacamata baca buat eldery, vitamin atau suplement [diluar lebih murah, lengkap dan bervariasi], parfum, clutch bukannya handbags atau scarf batik halus unik yang tidak makan tempat. Paling malas menerima titipan berupa body lotion yang beratnya lumayan, produk elektronik [bedanya tipis kok sama di Indo], celana jeans [makan tempat tau!], kaos Hardrock Cafe [duh, mendingan Hooters deh!]. Anyways, memang paling enak kalau tidak ada yang titip-menitip, jadi kita bisa menikmati liburan dengan nyaman plus ruang setengah koper masih bisa buat oleh-oleh pulang.

Oleh-oleh adalah sesuatu yang lazim dibawa pulang saat seseorang kembali dari liburan. Tanda perhatian kepada teman sebagai bukti ‘I wish you were here’ ini menjadi semacam aturan tak tertulis yang bisa jadi diharapkan dari pertemanan. Buktinya sehabis berlibur, pasti ditanya: “mana oleh-oleh?”

Yang menjadi masalah adalah menyatukan harapan akan oleh-oleh itu sendiri. Sering saya bingung, mau dibelikan apa ya kalau teman tidak spesifik terhadap permintaan oleh-olehnya, takut tidak dihargai malah dibuang. Saya pernah kapok membawa oleh-oleh untuk seorang teman. Dia ngomel  saat saya belikan kimono silk, gerutunya “mendingan dibeliin kalung giok deh”. Lah, katanya terserah.

Lucunya, setiap saya memakai sesuatu yang baru hasil liburan, selalu ditanya: “kok ngga bawain gue yang ini juga?”, padahal oleh-oleh sudah saya beli sesuai pesanan. Sejak itu, saya punya 5 standar untuk membeli oleh-oleh.

Pertama: ketika saya membeli barang untuk diri sendiri, saya lebihkan 3 yang sama untuk para sahabat. Kedua: membeli oleh-oleh sesuai pesanan orang saja, jika tidak mohon diterima apa adanya. Ketiga: membeli oleh-oleh sesuai hobi teman, contohnya CD meditasi buat teman yang doyan yoga, kartupos bergambar gunung buat teman yang hobi climbing, kopi lokal buat teman yang gila ngopi.

Keempat: sudah tidak jamannya lagi membeli tempelan kulkas dan gantungan kunci kecuali buat kolektor. Coklat, rokok lokal, victoria secret panties, pashmina dan asesoris unik, lebih personal dan berarti.

Kelima: Untuk oleh-oleh buat teman yang dikunjungi di luar negeri, coba bawakan coklat silver queen atau beng-beng dari Indo, rokok gudang garam dan sampoerna, pensil alis viva sama dvd film Indo terbaru atau buku Naked Traveler, pasti mereka senang dan kangen barang-barang yang sudah jarang mereka temukan lagi dan pastinya lebih aman saat diperiksa petugas bagian good declare imigrasi daripada supermi, sambal dan dendeng.

Yang akhirnya menjadi beban adalah saat teman sudah dibawakan titipan pergi-pulang, masih saja berharap dan menagih oleh-oleh. Padahal yang terpenting adalah kita kembali dengan selamat bersama cerita dan foto-foto seru yang dibawa pulang, itu sudah merupakan oleh-oleh otentik yang pantas dihargai oleh teman yang menghargai kita. If not, then, they are not really your good friends.


*Ms. Complaint, who loves traveling, snapping and writing. She doesn’t complain much though, she rather writes to express her disagreement. The complaints are just for fun, yet as her complain therapy. Check out her blog at www.mscomplaint.com

54 Comments

Leave a Reply

Leave a Reply to Cipu Cancel reply