Makan Hemat dan Nekad (1)

Sebagai backpacker, atau istilah lebih kerennya budget traveler, faktor makan adalah hal yang terpenting karena merupakan faktor yang dapat kita kontrol pengeluarannya sebab biaya transportasi dan tiket masuk sight seeing adalah pengeluaran yang wajib dan tidak dapat ditawar. Apalagi jika traveling di negaranya bule, dimana 1 main course saja sekitar 7 – 12 Euro atau setaranya dalam Dolar, belum termasuk minum dan pajak. Lupakan appetizer dan dessert. Bukannya saya pelit, saya bisa makan dengan harga segitu di restoran di Jakarta. Tapi ini kan dalam rangka traveling di luar negeri dimana harga tiket pesawatnya saja sudah mahal, bawa duit juga terbatas, dan tidak punya kartu kredit Platinum. Kalau di negara Asia Tenggara sih aman-aman saja, karena harga makanan relatif sama atau lebih mahal sedikit, jadi tidak usah saya ceritakan. Untunglah saya termasuk pemakan segalanya dan mempunyai urat malu yang sudah dol, jadi segalanya terasa mudah dan lucu.

Cara paling murah adalah membawa bekal sendiri dari Indonesia yang tinggal diseduh air panas, seperti mie instan dan bubur instan. Namun cara ini menuh-menuhin ransel, saya pun sudah tidak melakukan lagi kecuali kadang membawa sambal sachet karena sambal luar negeri tidak ada yang seenak sambal Indonesia. Cara kedua adalah membeli roti dari supermarket setempat, sedangkan mentega dan selai tinggal ngembat dari pesawat. Nah, kalau di hostel ada dapur umum, kita bisa belanja bahan makanan dengan lebih variatif dan buatlah sendiri makanan panas seperti omelet, telor ceplok, hot dog, atau burger. Kalau di hostel ada microwave, bisa beli frozen food yang tinggal dipanaskan.

Soal minum pun ada caranya. Air minum dalam botol plastik termasuk mahal, minimal 1 Euro untuk isi 500 ml. Salah-salah, seringnya saya diberikan sparkling water atau air bersoda karena tidak mengerti bahasa setempat sedangkan kemasannya sama. Namun air putih di negara maju sebagian besar bisa langsung diminum dari keran, jadi tinggal modal botol plastik yang siap di-refill. Tidak usah malu-malu atau jijik, tinggal masuk saja ke toilet umum dan isi airnya dari wastafel. Terus, karena saya doyan ngopi, saya bawa kopi instan dan tinggal seduh di kran wastafel yang ada air panasnya. Beres. Kalau bosan namun lebih hemat, saya beli kopi atau softdrink dari vending machine, tinggal masukkan koin. Resikonya, kadang ada mesin yang rusak sehingga tidak dapat uang kembalian, atau lebih parah lagi sudah memaasukkan koin, minumannya tidak keluar. They ate my money! Hiks.

Bila cara-cara di atas masih membuat saya bosan, pilihannya adalah jajan di pinggir jalan. Seperti di Jerman, biasanya suka ada tukang jualan gerobak yang menjual bratwurst – sosis guede khas Jerman ini lumayan mengenyangkan. Atau bisa juga beli makanan dari warung atau kios tidak permanen di alun-alun (disebut square dalam bahasa Inggris, atau piazza dalam bahasa Itali, atau plaça dalam bahasa Spanyol). Di tempat nongkrong yang luas ini, saya biasa beli hot dog, burger, kebab, bahkan mie goreng. Nah, makanlah di kursi taman sambil ngeliatin orang lalu lalang, atau duduk di sebelah restoran yang bau dari dapurnya bisa menambah napsu makan.

Makan di hostel merupakan salah satu cara yang hemat. Sebagai tempat menginap para backpackers yang notabene ‘orang miskin’, mereka wajib menyediakan makanan dengan harga yang terjangkau, bisa hemat sampai 60% dari harga di luar. Kadang ada hostel yang harga menginapnya termasuk makan pagi, bahkan salah satu hostel di Barcelona (Spanyol) harga menginap yang 16 Euro/orang/malam sudah termasuk makan pagi dan makan malam. Porsinya tidak banyak, tapi lumayan untuk mengganjal perut. Di hostel Calypso Inn di kota Cairns (Australia) ada hari tertentu kita dapat makan malam gratis karena mereka mengadakan kerja sama dengan salah satu restoran yang sedang promosi, lumayan kan BBQ Party di pinggir kolam renang, all you can eat lagi. Minum murah juga silakan ke hostel, seperti di salah satu hostel di kota Salzburg (Austria) jam 18.00 – 20.00 ada happy hour, bir cuman 2 Euro untuk 3 liter. Blenger deh tuh minumnya!

Kalau saya merasa ingin makan sambil duduk di dalam ruangan yang hangat saat musim dingin, atau ruangan dingin saat udara panas, mau tidak mau saya ke restoran fast food seperti McDonald’s atau KFC. Meskipun di Indonesia bisa dihitung dengan jari saya makan di situ, saat backpacking saya tidak punya pilihan. Di situlah harga makanan yang paling terjangkau, satu paket ayam atau burger lengkap dengan kentang goreng dan softdrink sekitar 5 Euro. Mahal memang, tapi restoran fast food di negara barat sudah bagaikan warteg saking murah dan tidak nyamannya bagi mereka. Kadang mereka hanya menyediakan meja tinggi tanpa kursi, karena itulah konsep fast food – makanan cepat saji dan cepat makan, bukan restoran tempat nongkrong seperti di Indonesia.

Bersambung…

1 Comment

  • tanti
    December 9, 2008 10:27 pm

    Hi! Seneng juga baca tulisan kamu 🙂 Tips and trick nya soal masak di hostel…emang itu yang aku lakuin juga. Oh ya, mengenai tap water yang air panas, aku dikasih tahu sama pengurus hostel nya, kalau hot tap-water itu tidak boleh untuk diminum lansung seperti cold water, bisa sakit katanya. So, kalo butuh air panas, dianjurin masak aja.

Leave a Reply

Leave a Reply