Jutawan yang Menyamar Jadi ‘Backpacker’

Kalau saya traveling, saya paling anti memberitahu banyak orang tentang rencana kepergian saya. Soalnya pasti mereka akan bilang, “Oleh-oleh ya?”. Tidak tahu dari mana budaya oleh-oleh di Indonesia itu berasal, maksudnya sih sebagai kenang-kenangan tapi kok terasa menyusahkan orang yang pergi. Padahal saya jalan a la gembel, dengan duit terbatas, membawa ransel pula. Oleh-oleh itu harganya mahal tau’, barang-barang suvenir termurah seperti magnet kulkas dan gantungan kunci saja harganya sekitar 2 – 7 Euro atau setaranya dalam Dolar. Apalagi T-Shirt yang rata-rata harganya 2 digit.

Belum lagi kalau ada yang bilang, “Titip ya?”. Males banget! Saya sih bukan seperti teman kantor saya yang bersedia dititipi sepatu merk Vincci. Teman-teman yang lain dengan semangatnya browsing di internet, print gambar sepatu idamannya, dan memberikan gambar tersebut beserta ukurannya kepada teman yang akan jalan-jalan ke Malaysia. Saya tidak bisa membayangkan kalau saya dititipi Vincci begitu, saya harus meluangkan waktu khusus ke mall, memilih-milih puluhan sepatu, nombokin bayar dulu, dan menggeret koper berat sampai ke Indonesia. Hii! Soal titip-menitip, saya selalu bilang dengan jahatnya, “Hey, titip itu berarti minta tolong dibelikan sesuatu dengan memodali saya uangnya terlebih dahulu. Itupun terserah saya mau apa ngga kan?”. Permintaan titip paling parah ketika teman saya menyembah-nyembah minta dititipi knalpot untuk motor gedenya! Gila apa? Ogah!

Herannya, banyak teman saya yang pasti minta titip kaos dari Hard Rock Cafe, padahal harga selembar polo shirt saja bisa mencapai hampir 450 ribu rupiah. Terus terang saya paling anti masuk ke sana karena tempatnya sangat turis, tidak ada orang lokal yang hang out di sana karena harganya yang mahal untuk makanan yang standar. Tidak seperti di Jakarta dimana Hard Rock sampai saat ini pun merupakan salah satu tempat yang dibanjiri orang lokal. Mungkin karena gaya. Namun saya mengaku, kalau saya nemu Hard Rock Cafe di luar negeri saya tidak kuasa untuk tidak berfoto di depannya, buat nyirik-nyirikin.

Saya paling bela-belain membawakan oleh-oleh atau bersedia dititipi sesuatu bila saya akan nebeng di rumah teman di luar negeri. Yah, sebagai balas budi lah. Biasanya teman-teman Indonesia saya minta dibawakan makanan, seperti abon, serundeng, rendang, lapis legit. Meskipun mereka tidak menyebutkan jumlahnya, tidak mungkin saya hanya bawa sebungkus abon atau sekilo rendang bukan? Nah, kalau teman-teman bule saya yang pernah tinggal di Indonesia, mereka biasanya minta dibawakan rokok 1 slop. Maklum, harga rokok di Indonesia sangat murah sekali dibandingkan harga di sana. Lucunya, ada juga yang minta dibawakan Teh Botol Sosro (tentu saya membawa versi Teh Sosro Kotak) dan permen Kopiko.

Yang paling parah, seorang teman saya di Amerika minta dibawakan ‘sesuatu’ yang akan dikirim adiknya ke rumah saya. Si adik pun datang dengan membawa…1 dus Antangin! Gila, ini masuk angin apa masuk anjing coba? Saya lalu membuka dus tersebut dan membungkusnya dengan kertas kado agar di bagian custom saya tidak rese ditanya-tanya. Pulangnya, teman saya itu – dan teman-temannya yang lain – minta dibawakan pula oleh-oleh untuk keluarga mereka. Alhasil saya disuruh membawa 16 botol gede parfum! Untung saya tidak dikenai pajak, mungkin karena saya menaruhnya di dalam ransel butut, tidak menaruh ransel saya dilalui mesin X-Ray di bagian custom, dan tidak mengaku ada goods to declare.


Bagi saya, definisi ‘oleh-oleh’ itu jenis barang dan harganya terserah yang bawa. Sebagai backpacker, saya biasanya membelikan barang yang murah, ringan, dan berukuran tidak lebih dari segenggaman tangan. Karena saya bekerja di perusahaan yang banyak pegawainya, biar adil saya pasti mencari barang yang kecil dan murah-meriah. Untuk cewek-cewek, saya belikan lipstick, lip gloss, kuteks, atau G-String yang lagi sale. Untuk cowok-cowok, saya belikan korek api, bolpen, pensil, atau coklat versi mini. Untuk sahabat dekat saya, barulah saya agak memutar otak untuk membelikan sesuatu yang lebih spesial. Enaknya kalau ke Amerika, saya bisa beli di Factory Outlet yang menjual barang branded dengan harga sangat miring, seperti kaos merk Gap atau Esprit seharga 3 Dolar-an.

Saya sendiri selalu membawa uang kertas Rupiah limaratusan atau seribuan yang masih licin. Saya paling senang menempelnya di toko atau restoran yang mengkoleksi mata uang manca negara. Sekalian promosi Indonesia gitu. Atau uang tersebut saya berikan kepada teman-teman ‘nemu di jalan’ sebagai kenang-kenangan, lengkap dengan sedikit kata-kata dan alamat e-mail saya. Pasti mereka berkomentar, “Nooo…This is too much!”. Kalau saya lagi mood baik, saya menceritakan tentang mata uang Indonesia yang jeblok banget dibanding Euro atau Dolar. Tapi kalau lagi mood males, saya hanya tersenyum saja biar disangka jutawan yang menyamar jadi backpacker.

10 Comments

  • arjunasakti
    January 10, 2009 5:47 am

    memang setiap kali ke indonesia kalo telepun dulu pasti minta yang nyusain ada yang minta tas guci dari amsterdam dibilangin di amsterdam gak ada agen guci gak percaya marah marah.ada yang minta dibawain berlian dibawain gak mau bayarnya gak mau.macam2nyusain orang.belum lagi duane tukang jegat.bawa coklat masih diminta ya coklat jamak saja deh.indonesiaku

  • Theresia
    September 7, 2009 11:32 pm

    setujuuuuuuuuu banget dengan “oleh-oleh itu harganya mahal tau”!!! orang yg suka nagih oleh-oleh cuma mikir “ah cuma 2 euro doang”. dia nggak mikir kita yg dimintain, karena nggak mungkin khan cuma beli satu oleh-oleh untuk satu satu orang doang, nanti ada iri-iri-an (coba itung 2 euro dikali 10)…bangkrut deh!

  • Elly autar
    March 27, 2011 4:19 pm

    I love your articles so much..

  • David
    May 31, 2011 8:35 pm

    Nice definisi hadiah. Menjadi musafir, saya menikmati membawa beberapa barang dari tempat lain yang tidak dapat ditemukan di rumah saya. Jadi saya bisa menyebutnya hadiah.

  • rifqi martin
    June 2, 2011 8:52 am

    abis baca artikel diatas, aku jadi merasa bersalah. pernah nitip teman oleh oleh terasi sama teman dari tuban jawa timur. ga kebayang aromanya waktu dibawa dalam tas…hehehe

  • Trackback: Moisture Absorber « The paper crumpled
  • Nizam Arsyistawa Triseno
    September 25, 2013 11:59 pm

    Kalo saya pasti bilang sama temen2 yang minta oleh2 spesifik: saya yang pergi, dan saya yang berhak menentukan apa barangnya. Kalo ngasih oleh2 sama temen2 yang jumlahnya banyak, biasanya makanan ringan, model2 Canadian Blueberry gitu lah.

  • Harry
    March 27, 2017 10:03 pm

    Saya kirain benar2 jutawan yg nyamar jadi gembel dalam artian yg sebenar2nya. Hahaha

  • Tukang Jalan Jajan
    March 27, 2017 10:53 pm

    duh, paling sering dimintain hl begini. bayangkan jika 30 orang minta hal yang sama. jangan2 setara dengan ongkos makan seminggu 🙁

  • nasertelematikaMuhamad Naser
    June 2, 2018 8:43 am

    masuk akal sih..
    btw, nice share

Leave a Reply

Leave a Reply